Pages

Saturday, 20 February 2016

Budapest

Ini adalah kota di luar Indonesia pertama yang dikunjungi sejak kepulangan dari Jepang nyaris dua tahun lalu.  Pesawat dari maskapai Emirates yang berbadan besar membawa terbang melintasi langit untuk menempuh perjalanan sekitar 16 jam.  Bila ditambah dengan transit di bandara Dubai selama 8 jam, lengkaplah 24 jam perjalanan Jakarta-Budapest.

Pesawat menjejakkan rodanya di bandara Budapest saat waktu menunjukkan pukul setengah dua belas siang, atau pukul setengah enam WIB.  Perwakilan Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) dengan penyambutannya yang sangat ramah, sudah menanti di luar pintu bandara untuk menantar ke Hotel.  Hembusan udara dingin sekitar 5 derajat Celcius langsung terasa menusuk kulit sesaat setelah keluar bandara. Hmmmm...sudah lama tidak merasakan fuyu (musim dingin).

Kota ini sangat unik, dibagi menjadi Buda dan Pest yang dipisahkan oleh sungai Duna yang besar.  Mobil dengan kemudi di sebelah kiri membawa penumpangnya menyusuri jalan-jalan yang banyak pepohonan yang belum lagi tumbuh daunnya setelah musim gugur, menandakan belum datangnya musin semi.

Waktu makan siang tiba. Restoran Thailand, salah satu restoran khas Asia Tenggara yang masih bertahan, adalah tujuan pertama untuk mengisi perut yang sudah tidak bersahabat, sekaligus menyeruput tom yam untuk menghangatkan badan. Jangan kaget, kalau borok menjadi kegemaran masyarakat Budapest. Hiiii...Borok? iya borok...dalam bahasa mereka borok artinya adalah wine. Setidaknya itu adalah kata pertama dalam bahasa magyar (Hungaria) yang familiar karena tertulis dalam daftar menu.  Terletak di Eropa bagian tengah menuju timur, disini tidak menggunakan mata uang Euro, sehingga transaksi menggunakan mata uang forint (HUF, Hungaria Forint).

Selanjutnya, kendaraan menuju kantor perwakilan ITPC yang digawangi oleh rekan-rekan dari Kementerian Perdagangan, sebagai ujung tombak untuk mempromosikan produk Indonesia khususnya di sekitar wilayah Eropa Tengah/Timur.  Kantor ini diawaki oleh 6 orang yang terdiri dari Direktur, Deputy Directur, tiga orang staf promosi dari Indonesia dan satu orang staf promosi berkewarganegaraan Hungaria.

Dari sekian banyak cerita sepanjang perjalanan, ada satu yang menarik.  Masyarakat Hungaria, sebagaimana masyarakat negara maju seperti halnya Jepang, mengalami problem pertumbuhan penduduk.  Anak mudanya semakin cenderung memilih menikah diusia yang sangat mapan (untuk tidak menyebutnya telat) sehingga cenderung tidak ingin atau hanya sedikit memiliki anak.  Bila di Indonesia penduduknya di anjurkan mempunyai anak banyak (dengan gencarnya program KB), maka disini orang yang mempunyai anak akan diberikan insentif. 

Sangat kontras dengan suasana di jalan-jalan umumnya.  Para pemuda pemudi tanpa rasa risih berpelukan dan berciuman di sembarang tempat.  Untuk sekedar berpisah jalan saja, mereka melakukan adegan yang tidak layak dilihat.  Bahkan suami istripun sebaiknya tidak melakukan itu di depan umum.  Demikianlah kondisi masyarakat yang tidak mempunyai aturan yang jelas dalam menyalurkan gharizah nau nya.

Setelah cukup mengenal sekilas ITPC, the Aquincum Hotel adalah tujuan terakhir hari pertama ini.  Tempat menginap, yang juga tempat penyelenggaraan sidang Codex Committee on Methods of Analysis and Sampling. Tidak seperti kamar hotel di belahan bumi Eropa yang pernah dikunjungi, kamar hotel disini lebih lapang.  Harganya pun tidak beda dengan di Indonesia.  Cukup nyaman untuk merebahkan badan, menarik nafas panjang.  Ada banyak yang harus dikerjakan seminggu kedepan. 

No comments:

Post a Comment