Masjid itu terisi penuh oleh generasi terbaik yang pernah
dilahirkan ke tengah-tengah manusia. Sang suri tauladan, Rasulullah SAW,
dihari-hari terakhir menjelang akhir hayatnya, sedang menyampaikan khutbahnya.
Hingga keluarlah dari lisannya yang mulia perkataan, bahwa siapa saja yang
merasa pernah tersakiti, balaslah saat ini sebelum kelak menuntut di hari
kiamat.
Seisi masjid terdiam dan tertunduk. Duhai Nabi, siapakah gerangan orang yang merasa pernah tersakiti. Semua kenangan bersamamu adalah kenangan indah. Tidak ada yang keluar dari lisanmu kecuali perkaataan yang penuh hikmah. Semua tindakan, perkataan bahkan diammu menjadi hukum syara. Akhlakmu adalah Al Quran dari Sang Pencipta
Karena tidak ada yang menjawab, Rasullullah mengulangi permintaannya. Semua masih terdiam. Beliau mengualangi kembali, dan tiba-tiba berdirilah seorang bernama Ukasyah bin Mihshan. Dengan lantang dia berkata bahwa ketika perang badar, saat Nabi hendak memukulkan cambuk/tongkatnya ke unta tunggangan beliau, tongkat tersebut mengenai badannya. Sakit sekali ya Rasulullah, lanjut Ukasyah.
Hari ini Ukasyah ingin menuntut balas. meng-qishas tindakan Rasulullah!!!!
Seluruh sahabat terperanjat.... tidak menyangka akan menyaksikan pemandangan ini.
Rasulullah meminta Bilal mengambilkan tongkat yang penah dipakai tersebut dan diberikan kepada Ukasyah. Ketika tongkat sudah berada ditangannya, semua mata tertuju kepada Ukasyah. Seisi masjid tegang…apa gerangan yang diinginkan Ukasyah.
Dua sahabat terbaik, Abu Bakar dan Umar bergantian berdiri sambil berkata, jangan engkau sakiti Rasulullah. Sebagai ganti pukulah aku Ukasyah, aku siap menggantikan beliau, begitu permintaan Abu Bakar dan Umar bergantian.
Dengan penuh kelembutan Rasul meminta mereka untuk kembali duduk. Sesungguhnya Allah mengetahui kedudukan mulia Abu Bakar dan Umar. Lalu berturut-turut, Usman dan Ali meminta untuk menggantikan beliau di qishas oleh Ukasyah. Bahkan Hasan dan Husein, cucu beliau, tidak sampai hati ada yang memukul Rasul. Namun apa daya, semua keinginan ditolak oleh Rasulullah. Ukasyah dipersilahkan memukul.
Ukasyah mendekat kehadapan Nabi sambil berkata, ketika terpukul dahulu aku tidak menggunakan pakaian. Saat ini pun aku ingin engkau membuka baju. Dengan segera Rasul memenuhi permintaannya dan menyingkapkan bajunya.
Seketika menangislah seisi masjid…Duhai Rasulullah, biarlah kami yang menggantikan. Bagaimana mungkin kami bisa berdiam diri melihat engkau di pukul untuk kesalahan yang tidak pernah engkau perbuat. Di medan Uhud pun kami siap mengorbankan jiwa dan raga kami demi bisa menjadi tameng hidupmu terhadap serangan tentara kafir Qurais. Ada apa pula dengan Ukasyah hingga begitu tega ingin menyakiti Rasul.
Seolah tidak peduli dengan perasaan yang berkecamuk di dada seluruh sahabat, sambil tetap menggenggam tongkat Ukasyah berjalan mendekat…semakin dekat…menuju Rasulullah...seolah siap melaksanakan niatnya untuk memukul.
Ketika semakin dekat ke Rasulullah, tiba-tiba terjatuhlah tongkat ditangannya dan seketika dipeluklah dengan penuh kasih sayang Rasulullah junjungannya. Saya tebus anda dengan jiwa saya ya Rasulullah. Siapakah gerangan yang sanggup memukul engkau. Aku melakukan ini karena ingin menyentuh tubuhmu yang dimuliakan Allah, agar dengan kehormatanmu aku bisa terhindar dari api neraka…
Demikianlah perkataan Ukasyah yang penuh cinta kasih kepada Rasulullah. Bila Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Hasan, Husein, dan sahabat-sahabat lainnya senantiasa dekat dengan Rasulullah sehingga dapat bersentuhan secara langsung, tidak demikian halnya dengan Ukasyah yang merasa tidak sedekat seperti mereka. Hingga ketika kabar sakitnya Rasulullah semakin jelas terdengar, perasaan takut kehilangan orang yang sangat dicintai berkecamuk dan menimbulkan kerinduan hebat yang merasuk ke dalam jiwanya. Saat di awal khutbahnya Rasulullah mengulang pernyataan untuk menuntut balas, dibuatlah skenario untuk meng-qishas beliau, hanya agar bisa mendekat dan menyentuh langsung Rasulullah.
Sampai kemudian Rasulullah berkata kepada seluruh orang yang hadir, sekiranya kalian ingin melihat ahli surga, lihatlah orang (Ukasyah) ini…
Duhai Ukasyah, betapa beruntungnya engkau…bagaimanakah rasanya memeluk sang Nabi…mungkinkah kami dapat mengikuti jejakmu? Hanya membaca dan menulis kembali kisah ini saja telah menimbulkan getaran dan genangan air mata akibat kerinduan yang berkecamuk hebat dalam dada.
Akankah Ramadhan ini menjadi bekal yang cukup untuk menuju Ar Rayyan, salah satu pintu surga yang hanya dapat dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa? Ingin sekali bisa mendekat ke pintu Ar Rayyan, lalu dipanggil dan dipersilahkan masuk ke dalam surga-Nya.
Disana, ingin sekali bisa menemuinya... memandang wajahnya... atau, mungkin dapat mendekatinya... atau, mungkin juga dapat menggenggam dan mencium tangannya... atau.... ah, aku pun sangat ingin seperti Ukasyah, bisa memeluk Rasulullah...
Ya Nabi salam alaika…Ijinkan aku Ya Allah...