Pages

Friday, 23 May 2014

Wanita idaman

Selalu ada kegelisahan mendalam ketika meninggalkan istri dan anak-anak di rumah untuk tugas luar kota.  Begitu pula saat ini. Empat hari ke Yogyakarta benar-benar terasa menyiksa ketika tiap malam anak-anak telepon mengatakan, "kita sayang abi, kenapa malam ini gak pulang ke rumah?". Menjawabnya sambil ngelap air mata yang tidak kuasa dibendung dan mendoakan semoga mereka menjadi anak-anak yang shalehah.

Di hari terakhir, sambil terus menahan rasa rindu bertemu mereka, khutbah Jumat kali ini menggugah kesadaran tentang kriteria wantia shalehah.  Kira-kira inti ceritanya adalah sebagai berikut.

Pada masa Umar bin Khattab memerintah sebagai Khalifah, ada peraturan yang dibuat agar tidak mencampurkan air ke dalam susu yang akan diperdagangkan.  Seperti yang sering dilakukannya, pada tengah malam itu Umar bin Khattab berjalan keliling rumah-rumah penduduk bersama seorang ajudannya.  Ketika melewati suatu rumah, mereka mendengar percakapan antara seorang ibu dengan anak perempuannya yang kira-kira sebagai berikut.

"Nak, ayo segera campurkan air ke dalam susu itu, agar kita dapat untung yang lebih besar" perintah ibu kepada anak perempuannya.
" Jangan bu, bukankah Khalifah Umar bin Khattab telah melarang kita melakukan hal demikian karena ini termasuk penipuan terhadap pembeli?" jawab anaknya.
"Sudahlah nak, tidak akan ada yang tahu kalau kita mencampurnya malam-malam begini, apalagi Khalifah" desak ibunya.
"Ibu, Khalifah mungkin tidak tahu perbuatan kita, tapi dimana Allah?" kata anaknya, yang tidak hanya membuat ciut nyali ibunya, tetapi juga membuat Umar yang mendengar percakapan di luar tidak kuasa menahan air matanya.

Segera ketika kembali ke rumah, Khalifah memerintahkan ajudannya untuk kembali ke rumah itu dan memanggil si ibu. Apa yang hendak dilakukan Khalifah, apakah akan menghukum si ibu?

Sesampainya dihadapan Umar, ibu itu ditanya, "Apakah engkau mempunyai anak wanita?" yang langsung dijawab "Ya Amirul mukminin, saya mempunyai satu anak perempuan."
"Aku ingin menjodohkan putraku dengan anak perempuanmu" kata Umar tanpa basa basi.
"Tidak mungkin, derajat kita berbeda. Engkau adalah seorang Khalifah sedangkan kami hanyalah rakyat biasa" protes si ibu yang sama sekali tidak percaya akan mendapat tawaran seperti ini.

Singkat cerita, putra Umar bin Khattab, seorang Khalifah yang memiliki kekuasan lebih dari jazirah Arab menikah dengan putri seorang rakyat jelata.  Pernikahan ini bukanlah didasari atas kesamaan kekayaan, kedudukan dan yang lainnya.  Pernikahan ini hanyalah didasari kekaguman Khalifah terhadap keimanan sang putri, yang langsung bisa dinilai dari percakapan singkat dengan ibunya.  Subhanallah, Maha Suci Allah yang telah menyatukan mereka.  Kelak dari keturunan mereka, lahirlah seorang laki-laki yang menggetarkan dunia.  Seorang yang sangat alim. Khalifah yang layak disejajarkan dengan empat Khulafaur Rasyidin pendahulunya.  Dialah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Wanita shalehah akan mendapatkan lelaki shaleh. Itulah janji Allah. Dari merekapun akan lahir keturunan yang shaleh dan shalehah. Tidak terasa, air mata ikut menetes mendengar cerita ini.  Tiba-tiba teringat salah satu lantunan doa yang rutin diucapkan anak-anak sehabis shalat. Ya Allah, jadikan Hafshah, Shafiyyah dan Aisyah perempuan yang shalehah seperti Siti Fatimah Ya Allah.  Semoga doa ini tidak hanya diaminkan oleh kami orang tuanya, tetapi juga oleh para penghuni langit.  Aamiin.

Friday, 16 May 2014

Indonesia itu indah

Rumput tetangga lebih hijau dari rumput di halaman sendiri.  Peribahasa itu sering kita dengar terutama ketika melihat sesuatu yang tidak kita miliki sepertinya lebih bagus.  Sebagai contoh, entah dilakukan secara sadar atau tidak, kita sering kagum melihat keindahan alam di luar negeri padahal kita masih minim pengetahuan tentang panorama negeri sendiri.

Sektiar tahun 2008 saya pernah menjadi staf sekretariat penyelenggaraan sidang internasional di Bali.  Ada yang sampai sekarang saya ingat dari perkataan staf WHO tentang Bali, "luar biasa, tempat ini indah sekali seperti surga" padahal saya yakin banget dia belum pernah ke surga.  Itu baru Bali. Indonesia masih menyimpan berjuta pesona keindahan alamnya.  Saya sendiri belum banyak menjelajahi, tapi mudah saja mencari informasi tersebut via internet.

Ini salah satunya, keindahan ciptaan Allah di kepulauan Bangka. Pantai Parai namanya. Pantai ini menawarkan keindahaan yang sungguh memesona mata dan hati.  Kemanapun lensa kamera diarahkan, terbentang pemandangan laut, pantai dengan batuan yang eksotis yang dilatarbelakangi pegunungan dan pohon kelapa.  Lebih indah dari imajinasi pemandangan yang selalu kita gambarkan ketika masih SD.

Secara objektif saya bandingkan, tempat ini jauh lebih bagus dari pantai Iojima di Nagasaki yang menjadi tempat favorit berenang dan menikmati keindahan pantai ketika musim panas tiba.  Tapi entahlah, sejauh pengamatan saya, tempat ini tidak banyak dikunjungi wisatawan domestik, apalagi mancanegara.  Mungkin pengamatan saya salah; mungkin saja pada hari itu memang sedang sepi pengunjung.

Bagaimana dengan kulinernya? hmmm, Bangka seharusnya bisa menyaingi Bangkok.  Kita tentu sudah tidak asing dengan istilah yang berhubungan dengan bangka, martabak bangka atau kerupuk bangka.  Belum lagi makanan olahan seafood, seperti halnya kota pinggiran pantai.  Makanan khasnya adalah lempah kuning, sejenis pindang ikan berkuah kuning dan mi koba berkuah ikan.  Lezat dan menyegarkan.

Saya yakin masih banyak tempat menarik di Indonesia yang belum banyak dikunjungi bahkan oleh bangsa kita sendiri.  Tidak perlu jauh-jauh ke negeri orang untuk mencari destinasi wisata yang indah atau kuliner yang lezat dan menyehatkan. Allah Yang Maha Pencipta telah menyediakannya di depan mata kita.

keterangan gambar: atas: panorama pantai parai. bawah: lempah kuning


Friday, 2 May 2014

Belajar dari orang luar biasa

Ada momen mengesankan yang saya dapatkan ketika sedang mendapat tugas ke Tasikmalaya.  Bukan berkaitan dengan penugasan selama disana.  Saya menginap di hotel yang berjarak sekitar 100an meter dari masjid agung kota Tasikmalaya.  Ketika sayup-sayup adzan shubuh berkumandang, saya bergegas keluar kamar menuju masjid.  Di dalam lift saya berpapasan dengan seorang laki-laki, yang dari pakaiannya menunjukkan bahwa beliau akan ke masjid.  Tidak seperti saya yang berpakaian 'seadanya', Bapak berbadan tegap ini berpakaian 'lengkap': baju koko, kopiah hitam, sarung dan tasbih di tangan.  Dari pertama kali berpapasan, rasa malu sudah menyelimuti, malu karena berpakaian seadanya untuk menghadap Yang Maha Kuasa.

Orang tersebut-lah yang pertama kali menegur saya, dengan suaranya yang bersahaja. "Mau ke masjid de'?". "eh, iya pak" jawab saya agak gugup, tidak menyangka akan ditegur lebih dahulu. "Ayo sama-sama dengan saya." ajak beliau sambil kemudian menuju ke area tempat mobilnya di parkir.  Dari perjalanan ke masjid yang hanya sebentar, terjadilah dialog singkat mengenai asal dan kegiatan masing-masing di Tasikmalaya.

Ternyata beliau berasal dari Mabes TNI AU yang saat ini sedang mengadakan kegiatan di lanud Tasikmalaya. "Pantas saja kemarin ketika datang, di hotel banyak orang berpakaian seragam TNI AU di depan dan dalam lobi," gumam saya dalam hati.  Setelah selesai shalat dan dzikir di masjid, kami kembali pulang bersama.  Saya mengira-ngira, orang ini pastilah bukan prajurit TNI biasa.  Orang yang rajin jamaah shubuh ke masjid pastilah orang hebat, apalagi seorang prajurit TNI AU.

Benar saja....selain punya kegiatan di lanud, beliau juga diminta mengisi kajian dakwah di radio dan tablig akbar di masjid agung.  Rasa malu kembali menghampiri...saya melirik sebuah buku tebal di dekat kursi yang saya duduki.  Sama sekali saya tidak mengerti buku itu karena judulnya tertulis dalam bahasa arab!!! Dengan tutur kata yang lembut, tanpa ada sedikitpun kesan ingin menyombongkan diri, beliau menceritakan sekilas pendidikan beliau dari Akabri hingga lulus S3 di UIN.

Beliau jugalah, yang ketika hendak berpisah di lift, yang berinisiatif bertukar nomor handphone dan mengundang ke acara tablig akbar di masjid agung.  Karena ada agenda kerja, dengan berat hati saya sampaikan tidak bisa memenuhi undangannya.  Di akhir ketika mencatat nomor beliau, saya bertanya, "mohon maaf pak, siapa nama bapak?" "Kemalsyah" jawab beliau sebelum kita berpisah di lift.

Lalu saya tanya ke mbah google, siapa gerangan beliau sebenarnya. Dengan mengetik kata kunci 'Kemalsyah, TNI AU" keluarlah dari mesin pencari pintar tersebut informasi: Ustadz Kolonel Sus TNI AU DR. H.M. Kemalsyah, M.Ag.  Dengan mudah dapat dibaca kiprah beliau di dunia militer yang diiringi dengan kontribusi nyata di dunia dakwah.  Hari itu saya langsung ngetwit: "Bersama dgn seorang alim dr mabes TNI AU ke masjid agung tasikmalaya. Smg Allah karuniakan pejabat militer yg jg @PejuangSubuh seperti beliau", yang tidak lama kemudian di retweet oleh @TNIOnline.  Ya, semoga saja.