Pages

Saturday, 5 September 2015

Mengatur Jadwal

Ada kisah menarik yang bersumber dari sharing status FB seseorang, meskipun wallahu alam ini kisah nyata atau bukan, yang bisa di ambil hikmahnya di kondisi saat ini.    Dikisahkan seorang yang baru memulai usahanya di suatu daerah mendapat tiga tawaran untuk mempresentasikan perusahaan (atau produk perusahaannya?) di Jakarta beberapa hari lagi.  Tetapi panggilan itu dihari yang berbeda dalam satu minggu, yaitu Senin, Rabu dan Jumat sore.

Ada dua pilihan untuk memenuhi ketiga panggilan tersebut.  Pertama, naik pesawat disetiap hari panggilan (Senin, Rabu dan Jumat) sehingga tidak perlu menginap di Jakarta, atau naik kereta tetapi menginap selama seminggu di Jakarta. Dengan kondisi keuangannya yang tidak memadai, kedua opsi itu sangat tidak memungkinkan.  Menolak salah satu atau dua panggilan tersebut sama saja menghilangkan kesempatan emas dan menjatuhkan reputasi perusahaan barunya itu.

Ia mulai mengeluh. Mengapa jadwal dan pilihannya sedemikian ruwet dan menyulitkan. Di tengah kegelisahannya, dia cerita ke temannya mengenai permasalahan yang dihadapinya itu, berharap ada solusi cerdas yang bisa diberikan.  Bukannya solusi terhadap masalah yang dihadapi, temannya itu malah bertanya, "Jam berapa kamu kalau shalat shubuh?".  Seketika dia agak jengkel dengan pertanyaan itu seraya menggerutu dalam hati, "lagi curhat masalah, malah nanya jadwal shalat shubuh gue lagi".

Pertanyaan berikutnya diajukan, "kalau shalat dzuhur, jam berapa?, shalat ashar? shalat maghrib? shalat isya?".  Semua jadwal shalat ditanyakan.  Meskipun malas menjawabnya, tetapi karena dia yang memulai curhat, terpaksalah dijawabnya. "eee, shalat shubuh saya masih sering kesiangan hehehe, biasanya sih setengah enam lah, dzuhur kadang-kadang di deketin sama waktu ashar biar sekalian.  Begitu juga maghrib sama isya.  Tapi ya kadang-kadang tepat waktu juga sih, maklum lah sering sibuk sama kerjaan". Begitu jawabnya setengah males, karena jadi membuka kekacauan shalatnya.

Temannya tersenyum ramah sambil berkata. "Mulai sekarang, cobalah shalat shubuh tepat waktu di masjid, begitu juga dengan dzuhur, ashar, magrib dan isya.  Jangan ditunda dan diakhirkan.  Shalatlah di awal waktu.  Usahakan tambahkan dengan sunnah rawatib, dhuha dan tahajud".

Dia sih iya, iya aja dengan nasehat temannya itu.  "Lagi gelisah dengan masalah panggilan kerjaan, malah dinasehatin suruh shalat tepat waktu", sambil berlalu dia melanjutkan keluhannya dalam hati.

Dua hari berlalu sejak pertemuan itu, dan dia sudah melupakan dan tidak mempedulikan nasehat temannya.  Belum ada solusi dari permasalahannya yang dihadapinya.  Kemudian dia berpikir, "ah, coba aja jalanin nasehat temanku itu, toh gak keluar biaya apa-apa. Cuma shalat tepat waktu doang" gumamnya.

Lalu mulailah ia dengan kebiasan barunya itu.  Berat sekali rasanya.  Harus bangun sebelum shubuh, lalu datang ke masjid.  Menghentikan pekerjaannya ketika adzan dzuhur berkumandang.  Mengendurkan dan mengalihkan pikirannya ketika masuk waktu ashar, serta berdiam diri di masjid saat maghrib dan isya.  Sebisa mungkin ditambah dengan rawtib, dhuha dan tahajud.  Semuanya demi shalat tepat waktu.  Meskipun berat, sudah dua hari ini dia menjalaninya.  Tetap saja tidak ada perubahan dan pemecahan solusi masalahnya.

Ada sedikit keputusasaan.  Tetapi dia lalu berpiir, "ah, biarin aja.  Terusin aja tetap shalat sesuai jadwal, toh gak ada ruginya dan gak keluar biaya apa-apa".  Perasaan lebih rileks terhadap masalahnya mulai muncul.  Hari berikutnya dia menerima telepon. "Pak, mohon maaf.  Pak Direktur hari Senin ada pertemuan penting yang tidak bisa ditinggalkan, jadi jadwal dengan Bapak di tunda dulu sampai waktu yang belum ditentukan". 

Bukannya solusi yang didapatkan, malah penundaan salah satu jadwalnya. Mulai muncul sifat manusiawinya berupa keputusasaan.  Namun lagi-lagi tetap saja dia berujar, "ah, biarin aja, toh masih ada dua lagi".  Dia tetap istiqamah memelihara shalatnya. Hari berikutnya dia mendapat telepon lagi. "Pak, mohon maaf, jadwal yang hari Rabu terpaksa kami cancel, karena Pak Direktur mempunyai jadwal lain yang harus dihadiri.  Kalau Bapak tidak keberatan, jadwalnya kami geser menjadi Jumat pagi pukul 09.30".  Langsung saja dia menjawab, "tidak masalah bu, saya setuju dengan jadwal baru itu. Insya Allah saya akan kesana pukul 09.30".  Alhamdulillah, mulai ada solusi.

Di siang harinya, kembali telepon berbunyi. "Pak, saya hendak menyampaikan pesan dari Direktur kami.  Kami menjadwalkan ulang pertemuan yang tadinya hari Senin menjadi hari Jumat pukul 13.30.  Bila Bapak setuju, kami menunggu di kantor kami sesuai jadwal tersebut".  Spontan dia menjawab, "Saya setuju Bu.  Insya Allah saya akan datang sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan tersebut".

Kemudian dia bersujud sambil mengucapkan rasa syukur tiada terkira.  Tiga jadwal yang awalnya terpisah, Senin, Rabu, Jumat, telah menjadi satu di hari Jumat pagi, siang dan sore.  Subhanallah.  Biaya bisa dihemat karena dia hanya perlu naik kereta ekonomi di malam hari, pergi ketiga perusahaan tersebut seharian di hari Jumat, dan kembali di malam hari.  Tidak perlu menginap, tidak harus naik pesawat.

Cerita diatas telah memaksa saya untuk mengecek ulang jadwal shalat setiap hari.  Jangan-jangan ketidakmampuan menghadapi berbagai kesulitan pekerjaan atau pengaturan jadwal kegiatan disebabkan karena tidak mampu menjaga shalat tepat waktu.  Saya ulangi kisah tersebut ke isrti saya, dan memintanya untuk memperhatikan juga jadwal shalat dirinya dan anak-anak, sambil berpesan untuk saling mengingatkan shalat tepat waktu.

Allah Maha Mengatur.  Allah Maha Berkehendak.  Dia-lah penguasa alam semesta.  Kadang kita hanya bisa mengeluh ketika berbagai kesulitan dan cobaan mendera, tetapi tidak sadar bahwa seringkali kita abai terhadap kewajiban sebagai seorang hamba kepada Sang Pencipta.  Ketidakteraturan hidup kita boleh jadi akibat ketidakteraturan dalam menjalankan kewajiban yang ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa.  Ampuni kami Ya Rahman.