"Yuki" adalah snow in Japanese
Minggu terakhir di bulan Desember ini sangat dingin bagi ummi.
brrrrr... bisa sampe 1 derajat di malam hari...
dan bukan winter namanya kalo gak turun salju...
sebenernya ummi gak ngebayangin kalo bener-bener liat salju tebal di Nagasaki, karena yang ummi baca, Nagasaki termasuk yang jarang turun salju.
Tanggal 25 Desember adalah hari pertama turun salju di Nagsaki.. meskipun hanya kecil..
tapi wah dingin juga....
Apalagi hari itu diminta oleh Wada Sensei untuk menemani Prof. Horia dari Egypt sight seeing around Nagasaki.
11.30....ditengah guyuran salju kecil.
Kami, Wada Sensei, Mihon San dan Ummi keluar gedung.... ini pertama kalinya ummi pake sarung tangan (biasanya kalo naik sepeda ajah...)
karena sudah waktunya makan siang, Wada Sensei mentraktir ummi di restoran Udon di dekat kampus... (Jarang-jarang loh Sensei traktir...)....dan setelah itu kami melanjutkan perjalanan menuju guest house untuk menjemput Prof. Horia.. firstly, kami membeli dulu ticket one day using densha... so we can go anywere using densha for 500 yen. murah juga khan....nanti ummi mo ajak abi dan anak-anak sholehah untuk jalan-jalan pake densha dengan beli ticket ini....he...
Setelah itu kita jalan-jalan ke Suwa Shrine, the biggest Shrine in Nagasaki...
When the kunchi festival held on 7 -9 Oktober every year, it starts from this shrine.
It was still snowing.......and Prof. Horia didn't wear jacket at all only a blazer.
She said even though in Egypt there are no snow, but she had been to Ukraina for her doctoral degree and it was colder than here...
So, after that we were going to Nagasaki Cultural Museum (that I already been there on Nov, 6th) and we continued the sight seeing in Dejima...
It was rebuilt place of the former Dejima, an isolation island for European during 1700. The only place for connecting with European civilization in Kyushu Island. The other place like Dejima in Japan were in Yokohama, during that decades.
It is interesting place... but we were too tired for walking around there...he...
Hari sudah malam, akhirnya kami makan malam di sebuah retoran jepang di daerah hamanomachi.
Wada Sensei ingin memperkenalkan masakan jepang kepada Prof. Horia.
Restorannya punya daftar menu untuk winter.. jadi makanan keluarnya satu-satu...
wah sayang ummi lupa membawa dafta menunya..
ada sekitar 12 menu yang keluar hari itu...
yang pertama soup, terus kacang manis, ebi dengan egg octopus dan radish, sashimi, dari sekitar 4 jenis ikan yang berbeda (salah satunya tuna) with fresh wasabi. the waiter grinded it in front of us! fried shrimp with cheese, grilled fish, another soup, vegetable soup, rice and soup again, sour and saltedvegetable , and the last is melon... kayanya dah semua...tapi penuh banget perut...
dah sampe pulang pun tetap di guyur salju...
Ummi gak bawa kamera hari itu, mungkin terlalu tegang mempersiapkan midterm presentation.
nanti kalo dapet email dari prof. Horia, ummi mo minta foto barengnya ah...
Dan hari ini ,31 Desember 2010. Ummi liat salju dah menutupi tanah,White Nagasaki on the end of 2010.He...
Tadinya ummi mo ke kampus hari ini.tapi males banget, ngeliat hujan salju makin lama makin deres..
jadi...di kaikan ajah deh...
ngeliat salju turun...
wah seandainya abi dan anak-anak di sini..
he...jadi melow deh...
sekitar jam 13.00 ummi keluar untuk ambil foto.ngerasain pertama kali jalan di atas salju.
sekalian nyoba gimana rasanya nginjek salju pake sepatu kets...
ternyata gpp tuh...
ummi di luar sekitar 1 jam...
nyoba juga main-main salju...
bikin bola salju...
main timpuk-timpukan salju....
he...
nanti kita main saljunya tahun depan ajah yah...gpp yah...
Sebenernya gpp jalan-jalan saat ada salju, dinginnya juga gak seberapa (maksudnya sama dengan hari-hari lainnya)
cuma pas ada angin...duh dingin banget deh...
ummi jadi teringat.nanti dua minggu lagi, ummi mo beliin jacket ayu, dede dan abi untuk persiapan pas kesini ah... soalnya insya Allah bulan maret masih cukup dingin loh...
Itu sedikit pengalaman ummi ngerasaan salju pertama kali.he...
Lain kali di sambung lagi yah...
Ummi
Friday, 31 December 2010
Friday, 17 December 2010
Nasib TKI/TKW di Negeri Orang
Ada pengalaman unik ketika pulang dari Uganda tanggal 3 Desember 2010 sehabis menghadiri sidang tentang higieni pangan. Pesawat dari Uganda berangkat sekitar pukul 16.20 waktu setempat (lebih dulu empat jam dari WIB). Dari bandara Entebbe di uganda, pesawat transit di Addis Ababa, Eithopia sekitar setengah jam, kemudian langsung ke Dubai. Sampai di Dubai sekitar pukul 02.00 dinihari. Masih ada waktu dua jam untuk shalat dan tentu saja jalan-jalan sekalian belanja buat anak-anak shalehah. Ada pesen dari ibunya anak-anak pesen supaya dibeliin boneka unta buat ayu dan dede. Lumayan mahal juga. Harga boneka yang besar 35 real Dubai, yang agak kecil 30 real. Karena masih ada sisa uang, dibelilah satu lagi yang lebih kecil buat keponakan, dede mira.
Setelah belanja, langsung menuju ruang tunggu sambil menunggu boarding. Ada banyak rombongan haji asal Indonesia yang sudah berkumpul, hendak pulang juga ke tanah air. Hmmmmm, seketika jadi rindu menjadi tamu Allah ke tanah suci. Semoga semuanya menjadi haji yang mabrur dan saya sekeluarga bisa cepat nyusul ke Mekkah. Aamiin.
Setelah di dalam pesawat yang membawa terbang dari Dubai ke Jakarta, saya duduk di kursi tengah diapit oleh dua ibu-ibu. Ini dia uniknya. Setelah setengah jalan perjalanan, baru tahu kalau ibu yang di sebelah kanan, yang duduk dekat jendela adalah istri dari Bapak Duta Besar RI untuk salah satu negara di Timur Tengah yang sehari-hari banyak berkutat dengan masalah TKW, sebelah kiri adalah seorang TKW asal Jawa Tengah. Jadilah saya mendapat dua cerita tentang TKW dari sudut pandang pemerintah dan dari si pelaku, TKW itu sendiri.
Istri Duta Besar bercerita bahwa beliau banyak berbagi pengalaman tentang kondisi TKI/TKW yang ada di negara-negara kawasan Arab. Tidak banyak kisah sukses TKI/TKW yang diceritakan. Cerita pedih TKW yang disiksa majikan seperti badannya ditempel setrika panas karena kurang licin menyetrika, disiram air panas, tidak dikasih tempat tidur, makannya susah, gaji tidak dibayar, pelecehan seksual, dsb. Tapi yang aneh, tetap saja banyak TKW yang datang. Faktor utama, selain tentu saja masalah ekonomi tetapi juga fakta bahwa pengiriman TKW telah menjadi bisnis yang menggiurkan bagi segelintir orang, baik di Indonesia maupun di negara tujuan. Bayangkan saja, untuk mendaftar menjadi TKI diperlukan biaya pendaftaraan ke agen sekitar Rp 2-3 juta, terus ketika di negara tujuan majikan harus menebus sekitar Rp 15 juta. Benar-benar bisnis yang menggiurkan. Padahal ketika si TKW mengalami masalah, hampir tidak ada agen yag bertanggung jawab penuh.
Istri Duta Besar bercerita bahwa beliau banyak berbagi pengalaman tentang kondisi TKI/TKW yang ada di negara-negara kawasan Arab. Tidak banyak kisah sukses TKI/TKW yang diceritakan. Cerita pedih TKW yang disiksa majikan seperti badannya ditempel setrika panas karena kurang licin menyetrika, disiram air panas, tidak dikasih tempat tidur, makannya susah, gaji tidak dibayar, pelecehan seksual, dsb. Tapi yang aneh, tetap saja banyak TKW yang datang. Faktor utama, selain tentu saja masalah ekonomi tetapi juga fakta bahwa pengiriman TKW telah menjadi bisnis yang menggiurkan bagi segelintir orang, baik di Indonesia maupun di negara tujuan. Bayangkan saja, untuk mendaftar menjadi TKI diperlukan biaya pendaftaraan ke agen sekitar Rp 2-3 juta, terus ketika di negara tujuan majikan harus menebus sekitar Rp 15 juta. Benar-benar bisnis yang menggiurkan. Padahal ketika si TKW mengalami masalah, hampir tidak ada agen yag bertanggung jawab penuh.
Informasi dan pengalaman nyata seorang TKW diceritakan oleh ibu yang duduk di sebelah kiri. Si ibu tersebut, yang ternyata pengetahuan baca tulisnya minim (terbukti dari sulitnya ia mengisi kartu kedatangan dan imigrasi sehingga harus saya bantu pengisiannya), menceritakan bahwa ia telah tujuh tahun bekerja di salah satu negara Timur Tengah. Gaji yang ia terima sekitar 1 jutaan, selalu dibayar oleh majikan. Awalnya saya berpikir, ibu ini beruntung mendapat majikan yang baik. Tetapi ketika digali informasi lebih dalam lagi, ternyata ia mempunyai pengalaman lainnya....
Ia tinggal di keluarga besar yang jumlah totalnya 25 orang dan hanya ia pembantu satu-satunya. Bisa dibayangkan beratnya ia mencucu dan menyetrika pakaian serta memasak dan mengurus rumah. Rumah tersebut hanya punya 4 kamar tidur, sehingga si Ibu harus tidur di suatu tempat yang sebenarnya bukan kamar tidur. Sering ia tidak kebagian makan, karena sekali masak untuk 25 orang, dan porsi makan mereka besar besar. Mi instan menjadi makanan utamanya karena seringnya tidak kebagian makanan. Omelan, terutama dari majikan perempuan sering ia dapatkan. Pernah ia diomeli kemudian di dorong sampai terjatuh di kamar mandi. Dengan gaji hanya berkisar di angka 1 jutaan, dengan beban seperti di atas, ditambah harus jauh meninggalkan suami dan anak, sungguh merupakan kondisi yang membuat miris. Apa yang membuat si ibu bertahan hingga tujuh tahun? Ya, kondisi ekonomi dan minimnya kesempatan kerja di Indonesia lah yang membuat ia harus kembali lagi bekerja meskipun sebenarnya ingin sekali bekerja di Indonesia.
Ia tinggal di keluarga besar yang jumlah totalnya 25 orang dan hanya ia pembantu satu-satunya. Bisa dibayangkan beratnya ia mencucu dan menyetrika pakaian serta memasak dan mengurus rumah. Rumah tersebut hanya punya 4 kamar tidur, sehingga si Ibu harus tidur di suatu tempat yang sebenarnya bukan kamar tidur. Sering ia tidak kebagian makan, karena sekali masak untuk 25 orang, dan porsi makan mereka besar besar. Mi instan menjadi makanan utamanya karena seringnya tidak kebagian makanan. Omelan, terutama dari majikan perempuan sering ia dapatkan. Pernah ia diomeli kemudian di dorong sampai terjatuh di kamar mandi. Dengan gaji hanya berkisar di angka 1 jutaan, dengan beban seperti di atas, ditambah harus jauh meninggalkan suami dan anak, sungguh merupakan kondisi yang membuat miris. Apa yang membuat si ibu bertahan hingga tujuh tahun? Ya, kondisi ekonomi dan minimnya kesempatan kerja di Indonesia lah yang membuat ia harus kembali lagi bekerja meskipun sebenarnya ingin sekali bekerja di Indonesia.
Kalau sudah begini, kapan waktu baginya untuk mendidik anak? bagaimana ia dapat mengurusi suami? bagaimana ia menjalankan fungsinya sebagai seorang Ibu? padahal posisi Ibu sangat vital dalam keluarga. Meskipun hal terrsebut mungkin terlintas dalam pikirannya tetapi kondisi lah yang memaksa ia harus mengabaikannya. Siapa yang harus bertanggung jawab dalam kasus ini? Jadi ingat kisah Khalifah Umar Bin Khathab yang rela memanggul sendiri gandum di malam hari untuk memberi makan seorang ibu yang tidak mempunyai persediaan makanan. Ketika "ajudannya" menawarkan diri untuk memanggul gandum tersebut, Khalifah mengatakan, apakah kamu mau memanggul dosaku di akhirat nanti? Subhanallah, adakah pemimpin saat ini yang mempunyai rasa tanggung jawab seperti Khalifah Umar? Pemimpin seperti itu hanya ada ketika suatu negeri menerapkan syariah Islah secara kaffah dan dipimpin oleh seorang Khalifah. Itulah janji Allah yang harus diimani setiap muslim.
Subscribe to:
Posts (Atom)