Pages

Wednesday, 2 April 2014

Sekolah ke luar negeri (1)

Apakah anda termasuk orang yang bercita-cita ingin sekolah di luar negeri? Bila iya, saya yakin semua sepakat bahwa untuk sekolah di luar negeri setidaknya ada dua syarat yang harus dipenuhi.  Pertama, miliki uang yang sangat banyak (bisa uang sendiri atau orang tua) lalu berangkat ke luar negeri dan daftar sekolah disana.  Kedua, cari beasiswa yang banyak tersedia dimana-mana dan tentukan negara serta universitasnya.  Syarat pertama mengharuskan kita menjadi orang berduit atau setidaknya anak orang berduit.  Hal ini bisa kita lihat pada sejumlah anak pejabat atau artis ibukota yang memilih sekolah di negara dan kota-kota ternama di dunia.

Syarat kedua mengharuskan kita memiliki kemampuan akademik dan berbagai prestasi agar bisa bersaing dalam kompetisi memenangkan beasiswa. Banyak sumber beasiswa mulai yang tersedia di unit kerjanya (mis. PNS kementerian atau lembaga non kementerian), atau dari lembaga lain seperti yang disediakan Bappenas (umumnya untuk PNS) atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menyediakan beasiswa untuk para dosen dan beasiswa unggulan bagi yang mempunyai prestasi.

Tersedia juga beasiswa dari pemerintah negara tujuan, misalnya monbukagakusho yang disediakan oleh pemerintah Jepang atau dari pihak swasta seperti panasonic award dsb. Dari mana dapat memperoleh sumber informasi beasiswa? Di era digital seperti ini, mencari informasi bukanlah hal yang sulit.  Luangkan waktu untuk menjelajah di dunia maya dan temukan berbagai macam informasi yang bisa kita validasi. Jangan abaikan pentingnya mempunyai informasi dari orang-orang yang sudah pernah bersekolah disana.  Lulusan luar negeri yang mempunyai kinerja baik selama menjadi mahasiswa biasanya tidak sulit bila merekomendasikan orang yang dikenalnya karena adanya hubungan baik dengan Profesornya.

Saya ingin berbagi informasi mengenai monbukagakusho. Bukan, saya bukan mantan penerima beasiswa tersebut, tapi istri saya.  Setahu saya ada dua tipe beasiswa monbukagakusho. Pertama, seleksi dilakukan oleh pihak kedutaan Jepang di Indonesia yang biasanya tingkat persaingannya cukup tinggi atau seleksi bisa langsung dilakukan oleh universitas.  Buat yang tidak memiliki kemampuan bahasa Jepang, gak perlu mundur teratur karena teman saya ada yang mendapat beasiswa melalui proses seleksi di kedutaan dan dia tidak mempunyai kemampuan bahasa Jepang sama sekali.  Istri saya mendapat beasiswa melalui jalur yang kedua.  Informasi yang saya dapatkan, Professor yang mempunyai pengaruh cukup besar kadang mempunyai 'jatah' bisa mencari dan menyeleksi sendiri mahasiswanya untuk mendapatkan langsung beasiswa ini.  Nah, banyak cara dilakukan Profesor ini dalam mencari mahasiswa. Bisa dari komunikasi via email atau melalui hubungan pertemanan.  Istri saya mendapat informasi beasiswa ini dari hubungan pertemanan antara Professor di Nagasaki dengan teman kuliahnya yang menjadi pengusaha di Jepang dan mempunyai hubungan kerjasama dengan Indonesia.  Apakah seleksinya sulit? menurut saya tidak, karena hanya diberikan tiga soal melalui email masing-masing satu dari Professor, Associate Professor dan Assistant Professor dan diberikan waktu seminggu. Tentu saja mereka juga memperhatikan keterkaitan penelitian yang akan diambil serta academic background.

Jadi kesimpulannya, untuk sekolah di luar negeri syaratnya harus kaya (bisa berangkat dengan biaya sendiri), atau harus pintar (bisa bersaing mendapatkan beasiswa. Benarkah hanya dengan cara itu??? Pengalaman saya mengatakan TIDAK!!!

Ada banyak mahasiswa asing (umumnya dari China) yang hanya berbekal kemampuan finansial secukupnya datang ke Nagasaki (mungkin juga kota lain di Jepang) untuk sekolah.  Mereka mendapatkan informasi Professor atau lab yang mau menerima mereka dari teman-teman yang sudah lebih dahulu ada.  Bahkan sebagian dari mereka sama sekali tidak mempunyai kemampuan bahasa Inggris dan bahasa Jepang.  Dengan hanya berbekal tiket ke Nagasaki dan dukungan dari orang tuanya yang tidak seberapa, mereka datang ke Nagasaki.  Lalu bagaimana cara mereka bertahan secara akademik maupun finansial?  Ketika pertama datang, yang dilakukan adalah mengikuti kursus bahasa Jepang yang disediakan gratis oleh universitas secara intensif.  Umumnya mereka sangat cepat belajar karena kemiripan tulisan kanji dan bisa survive di dalam pergaulan.  Untuk bertahan hidup, kerja paruh waktu (part time) dilakukan meskipun tidak jarang hal ini mengganggu waktu belajar dan penelitian.

Berani melakukan seperti itu? saran saya kalaupun berani jangan konyol.  Pelajari dahulu dengan detail situasi di kota yang akan di tuju, sifat penelitian yang akan dilakukan, informasi ketersediaan part time job dari teman-teman yang sudah melakukannya.  Bagaimanapun kalau tujuan datangnya adalah untuk sekolah, ya sekolahlah yang utama bukan bekerja.

Selain itu adakah cara lainnya??? ternyata masih ada, tetapi tips ini hanya berlaku bagi yang masih jomblo. Apa itu? Menikahlah dengan orang yang mempunyai dua syarat utama tadi, yang kaya atau yang pintar he he.  Setidaknya itulah yang terjadi dengan saya.  Dengan keterbatasan finansial dan kemampuan akademik biasa-biasa saja, membayangkan bisa lanjut kuliah S2 saja hampir tidak pernah, apalagi di luar negeri!. Tetapi Allah lah sebaik-baik pembuat rencana.  Karena istri saya mendapat beasiswa ke Jepang untuk S2 dari monbukagakusho, saya dengan harus ikut mendampingi agar anak-anak tidak jauh dari Ibunya sebagai konsekuensi telah mengijinkannya ikut proses seleksi.  Artinya? saya 'terpaksa' harus ikut ke Jepang.

Bagaimana hingga kemudian saya bisa S2, dengan kemampuan finansial, akademik dan bahasa yang sangat terbatas? Insha Allah di tulisan berikutnya saya ceritakan.


No comments:

Post a Comment