Pages

Friday, 6 May 2016

Dubai

Apa yang pertama kali terpikir ketika mendengar kata Dubai? Kota metropolitan di negara berpenduduk muslim, menara tertinggi di dunia, pulau buatan meyerupai pohon palem atau tempat belanja orang-orang berduit? Seperti itulah mungkin gambaran yang umum bagi yang belum pernah ke Dubai. Termasuk saya.

Setidaknya gambaran tersebut tidak sepenuhnya salah.  Tetapi, selama 4 hari melakukan perjalanan dinas ke Dubai (2-6 Mei 2016) ada beberapa hal yang diluar perkiraan.  Sebelum ini, saya pernah transit di bandara Dubai ketika melakukan perjalanan dinas ke Budapest dan Uganda. tapi belum sekalipun keluar bandara.

Untuk orang yang berpaspor dinas (service passport) perjalanan di bawah 60 hari tidak memerlukan visa.  Ada sedikit ketidakpercayaan petugas imigrasi di Dubai ketika memeriksa paspor saya.  Mengapa tidak ada visa? mau apa kesini? tujuannya apa? berapa lama? dsb. Setelah berdiskusi dengan beberapa temannya, baru lah saya dipersilahkan keluar.  Aturannya memang seperti itu.

Seorang petugas telah siap menjemput di bandara menggunakan sedan mewah milik Sofitel Downtown Hotel Dubai.  Bersama seorang rekan dari Sri Lanka, mobil dengan stir di kiri itu meluncur melewati jalan-jalan kota Dubai yang siang hari itu sangat cerah.  Kami dibawa melewati Burj Khalifa, menara tertinggi di dunia, yang letaknya tidak sampai 1 km dari hotel.

Luar biasanya, kamar yang saya tempati di lantai 23 view-nya langsung menghadap ke menara setinggi 800 meter lebih tersebut.  Hotel bintang 5 ini pasti sangat mahal.  Di dalam kamar, pandangan mata saya tertuju pada secaraik kertas yang berisi informasi yang di tandatangani pejabat hotel.  Informasi bahwa hotel ini tidak akan menyediakan minuman beralkohol mulai pukul 18.30 pada tanggal 3 Mei hingga pukul 19.30 pada tanggal 4 Mei 2016.  Alasannya, untuk menghormati Isra' Mi'raj.

Hmmm, ada dua hal yang aneh...Bukannya Isra' Mi'raj itu baru tanggal 6 Mei (kalau liburnya di Indonesia) dan apa cuma Isra' Mi'raj saja yang perlu dihormati sehingga pada durasi waktu itu tidak menyediakan minuman beralkohol? saya kira karena ini di negara Arab, pelaksanaan hukum Islam akan lebih ketat.

Hari-hari berikutnya bisa menjawab pertanyaan tersebut.  Kota ini memang terletak di negara Arab, tetapi lihatlah sekeliling.  Orang yang memakai pakaian khas Arab, gamis putih yang pria dan abaya hitam yang wanita, jumlahnya sedikit, tidak bisa dibilang mayoritas.  Kota ini dipenuhi dengan orang-orang asing.  Informasinya, hampir 90% penduduk Dubai adalah pendatang!

Ketika Jumat tiba, bukanlah hal yang mudah mencari masjid terdekat dengan hotel.  Petugas hotel memberitahu, perlu naik taksi untuk mencapai masjid.  Saya agak tidak percaya.  Di kota-kota besar di Indonesia, rasanya tidak akan sulit mencari masjid terlebih ketika shalat Jumat tiba.  Saya berjalan ke Dubai Mall, berharap di Mall yang besar tersebut ada yang melaksanakan shalat Jumat. Saya ada di Dubai, ini negara Muslim, dalam hati saya meyakinkan diri.  Betul saja, setelah berputar-putar dan bertanya-tanya, di lantai bawah ada salah satu prayer room yang dibuat untuk shalat Jumat.

Di hari ini pula saya baru merasakan, teriknya Dubai.  Panas sekali. Menurut informasi, panasnya bisa mencapai 35-40 derajat Celcius.  Tapi ini belum seberapa, karena rekor suhu tertinggi di Dubai adalah 53 derajat Celcius.  Pikiran saya langsung membayangkan ke sebuah kota yang jaraknya sekitar dua jam lagi dari Dubai dengan pesawat.  Kota impian yang belum juga dapat dikunjungi sampai saat ini. Ya, Mekkah dan Madinah.  Menurut cerita, kota itu juga sangat terik ketika musim panas tiba. Ah, rasanya meskipun panas terik, tetap saja Mekkah dan Madinah adalah kota yang  selalu dirindukan.

Saturday, 20 February 2016

Budapest

Ini adalah kota di luar Indonesia pertama yang dikunjungi sejak kepulangan dari Jepang nyaris dua tahun lalu.  Pesawat dari maskapai Emirates yang berbadan besar membawa terbang melintasi langit untuk menempuh perjalanan sekitar 16 jam.  Bila ditambah dengan transit di bandara Dubai selama 8 jam, lengkaplah 24 jam perjalanan Jakarta-Budapest.

Pesawat menjejakkan rodanya di bandara Budapest saat waktu menunjukkan pukul setengah dua belas siang, atau pukul setengah enam WIB.  Perwakilan Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) dengan penyambutannya yang sangat ramah, sudah menanti di luar pintu bandara untuk menantar ke Hotel.  Hembusan udara dingin sekitar 5 derajat Celcius langsung terasa menusuk kulit sesaat setelah keluar bandara. Hmmmm...sudah lama tidak merasakan fuyu (musim dingin).

Kota ini sangat unik, dibagi menjadi Buda dan Pest yang dipisahkan oleh sungai Duna yang besar.  Mobil dengan kemudi di sebelah kiri membawa penumpangnya menyusuri jalan-jalan yang banyak pepohonan yang belum lagi tumbuh daunnya setelah musim gugur, menandakan belum datangnya musin semi.

Waktu makan siang tiba. Restoran Thailand, salah satu restoran khas Asia Tenggara yang masih bertahan, adalah tujuan pertama untuk mengisi perut yang sudah tidak bersahabat, sekaligus menyeruput tom yam untuk menghangatkan badan. Jangan kaget, kalau borok menjadi kegemaran masyarakat Budapest. Hiiii...Borok? iya borok...dalam bahasa mereka borok artinya adalah wine. Setidaknya itu adalah kata pertama dalam bahasa magyar (Hungaria) yang familiar karena tertulis dalam daftar menu.  Terletak di Eropa bagian tengah menuju timur, disini tidak menggunakan mata uang Euro, sehingga transaksi menggunakan mata uang forint (HUF, Hungaria Forint).

Selanjutnya, kendaraan menuju kantor perwakilan ITPC yang digawangi oleh rekan-rekan dari Kementerian Perdagangan, sebagai ujung tombak untuk mempromosikan produk Indonesia khususnya di sekitar wilayah Eropa Tengah/Timur.  Kantor ini diawaki oleh 6 orang yang terdiri dari Direktur, Deputy Directur, tiga orang staf promosi dari Indonesia dan satu orang staf promosi berkewarganegaraan Hungaria.

Dari sekian banyak cerita sepanjang perjalanan, ada satu yang menarik.  Masyarakat Hungaria, sebagaimana masyarakat negara maju seperti halnya Jepang, mengalami problem pertumbuhan penduduk.  Anak mudanya semakin cenderung memilih menikah diusia yang sangat mapan (untuk tidak menyebutnya telat) sehingga cenderung tidak ingin atau hanya sedikit memiliki anak.  Bila di Indonesia penduduknya di anjurkan mempunyai anak banyak (dengan gencarnya program KB), maka disini orang yang mempunyai anak akan diberikan insentif. 

Sangat kontras dengan suasana di jalan-jalan umumnya.  Para pemuda pemudi tanpa rasa risih berpelukan dan berciuman di sembarang tempat.  Untuk sekedar berpisah jalan saja, mereka melakukan adegan yang tidak layak dilihat.  Bahkan suami istripun sebaiknya tidak melakukan itu di depan umum.  Demikianlah kondisi masyarakat yang tidak mempunyai aturan yang jelas dalam menyalurkan gharizah nau nya.

Setelah cukup mengenal sekilas ITPC, the Aquincum Hotel adalah tujuan terakhir hari pertama ini.  Tempat menginap, yang juga tempat penyelenggaraan sidang Codex Committee on Methods of Analysis and Sampling. Tidak seperti kamar hotel di belahan bumi Eropa yang pernah dikunjungi, kamar hotel disini lebih lapang.  Harganya pun tidak beda dengan di Indonesia.  Cukup nyaman untuk merebahkan badan, menarik nafas panjang.  Ada banyak yang harus dikerjakan seminggu kedepan. 

Monday, 15 February 2016

Ironi sakratul maut

Seperti biasa, bila hari libur tiba salah satu kegiatan favorit adalah berkunjung ke rumah orang tua di kemayoran bersama seluruh 'pasukan'.  Dipersiapkanlah semua keperluan sejak sebelum shubuh tiba, mulai dari makanan untuk sarapan di jalan, baju ganti, hingga minta tolong pakde dan bude memesan mobil melalui aplikasi online untuk keberangkatan sekitar pukul 8.

Hal yang tidak berubah adalah keberangkatan yang lebih lambat dari rencana.  Bergiliran mandi, ada yang ngajak jalan-jalan dulu keliling komplek dan beli bubur, menyebabkan mobil sewaan baru bisa berangkat menjelang pukul 9.

Saat kendaraan roda empat itu melaju di atas tol jagorawi, teringat status facebook salah seorang tetangga ketika masih tinggal di Nagasaki, yang sedang berlibur bersama anak semata wayangnya ke kampung halaman di Bandung.  Karena desakan rasa kangen setelah dua tahun bertemu, akhirnya perjalanan yang semestinya ke kemayoran berbelok ke Cibiru, Bandung.

Yushi kun, anak berumur 6 tahun keturunan Sunda-Jepang itu sudah semakin tinggi dibanding ketika pertemuan terakhir di apato (apartemen) nya dua tahun lalu.  Sehari sebelum pulang ke Indonesia, kami memang menginap di apato mereka, mungkin karena beratnya berpisah setelah tiga tahun bertetangga.

Tanpa bisa dibendung lagi, cerita-cerita masa lalu bersahut-sahutan, mengenang nostalgia selama bertetangga di sana.  Sampai pada obrolan tentang neneknya Yushi kun yang ketika kami pulang masih terbaring di rumah sakit karena kanker di lidahnya.  Karena sudah menjalar ke seluruh organ tubuhnya, sekitar Oktober 2014 si nenek menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Lalu meluncurlah cerita mengenai proses perawatan si nenek hingga ajal menjemputnya dan tradisi orang Jepang yang melarang seluruh anggota keluarganya untuk bepergian jauh minimal satu tahun setelah kematian si nenek. Awalnya si nenek dirawat di rumah sakit umum yang terbaik di Nagasaki karena penyakitnya yang berat.  Sempat dilakukan beberapa kali tindakan operasi yang dilanjutkan kemoterapi yang membuat si nenek kesulitan berkomunikasi.  Tapi rupanya berbagai tindakan tersebut tidak mampu menundukkan kankernya yang semakin ganas dan menjalar ke seluruh tubuhnya.

Kami juga baru tahu kebiasaan yang berlaku di Nagasaki, kalau seseorang sudah tidak ada harapan hidup lagi karena penyakit yang secara medis dokter sudah angkat tangan, si pasien akan dipindahkan ke rumah sakit lain di daerah Motohara.  Menurut informasi, disana diberi infus yang berisi obat-obatan yang akan mempercepat kematiannya tanpa harus menderita rasa sakit berkepanjangan.  Di hari terakhir kematiannya, si nenek ditunggui oleh banyak orang, selain keluarganya juga teman-teman dekatnya.

Menariknya, di saat sakratul maut itu si nenek ditemani lagu-lagu berirama disko.  Mau tau tujuannya? ternyata agar si nenek bisa bahagia menjalani kematiannya, tanpa rasa sakit, sambil berdansa. Dan mereka semua berseru gembira ketika detik-detik sakratul mautnya jari-jari kaki si nenek bergerak-gerak, karena menurut mereka itu menandakan si nenek bergembira ria menghadapi kematiannya yang ditunjukkan dengan menari mengikuti irama musik disko yang diputarkan. Itu juga berarti di alam sana, dia akan senang. Yokatta ne..yokatta ne...

Sangat kontras dengan pemahaman kita.  Detik-detik sakratul maut adalah saat yang tepat untuk membimbing dengan kalimat-kalimat tauhid, alih-alih memutarkan lagu disko.  Gerakan jari kaki orang yang sedang sakratul maut tentu saja adalah responnya atas diangkatnya ruhnya oleh Malaikat Izrail, yang otomatis akan bergerak meskipun tidak ada irama musik.  Demikianlah yang dikabarkan oleh Rasulullah SAW tentang sakitnya orang yang diangkat ruhnya oleh malaikat maut.

Itu juga yang menjadi kekuatiran terbesar kepada Yushi kun ketika besar.  Berbagai pemahaman tentang agama, termasuk mengkhitankannya ketika sedang liburan di Bandung ini meskipun ada keberatan dari keluarga besarnya di Jepang, dilakukan oleh ibunya, dengan harapan agar ketika dewasa kelak pemahaman Islamnya lebih dominan dibandingkan kepercayaannya terhadap leluhur.  Dan doa kami pun turut menyertai.

Monday, 11 January 2016

Kancil VS Kura-kura (2)

Malam berikutnya, anak-anak menagih lanjutan cerita kancil dan kura-kura.  Hmmmm....baiklah, ini lanjutan ceritanya.

Setelah kalah dalam dua perlombaan pertama, kancil meminta saran dari kura-kura.  Bagaimana agar selalu menang? tidak kalah terus menerus.

Kura-kura mendekati kancil dan memberikan sarannya kembali.

"Begini saja, kita ulangi perlombaan dengan lintasan yang tadi".

"Yaaa, itu sih aku kalah lagi. Aku kan gak bisa berenang." kancil buru-buru memprotes ide kura-kura.

"Sebentar dulu.  Begini aturannya" lalu kura-kura mulai menjelaskan aturan barunya kepada kancil.  Setelah mendengar penjelasan kura-kura-kura, kancil tersenyum dan mengangguk setuju.

"Oke, ayo kita mulai" kata kancil mulai tidak sabar.

Lomba dimulai seperti lomba yang kedua.  Kancil berlari melesat meninggalkan kura-kura.  Ketika sampai di pinggir sungai, ia berhenti dan beristirahat.  Setelah cukup lama menunggu, kura-kura sampai juga di pinggir sungai.

"Ayo kancil, naiklah ke punggung ku" kura-kura menawarkan diri.  Dengan sigap kancil melompat ke punggung kura-kura yang telah lebih dulu masuk ke sungai.  Lalu kura-kura berenang menyeberangi sungai hingga mereka berdua finish bersama-sama.  Kali ini, kancil tidak merasa kalah dari kura-kura.

"Dengan kerjasama yang baik, kita dapat sama-sama menyelesaikan perlombaan ini dan tiba di garis finish bersamaan" kata kura-kura.  "Tidak ada diantara kita yang kalah" sambung Kancil sambil tersenyum.

Pelajaran ketiga, diperlukan kerjasama (teamwork) yang baik dan tidak perlu malu meminta bantuan kepada orang lain yang memiliki kemampuan lebih baik dari kita.

"Ada cara lain untuk menyelesaikan lomba ini dengan hasil yang lebih baik" sambung kura-kura.

"Apa itu? ayo beritahu aku" sahut kancil bersemangat.  Ia baru saja berpikir ini adalah cara yang terbaik karena tidak ada diantara mereka yang kalah.

Lalu kura-kura mulai menceritakan skenarionya.....

Sesuai dengan yang telah mereka sepakati, dimulailah kembali lomba itu dengan rute yang sama, tetapi dengan cara yang berbeda.

Ketika lomba dimulai, kancil berlari sambil menggendong kura-kura sampai tepian sungai.  Lalu mereka berganti peran seperti sebelumnya.  Kura-kura masuk ke dalam sungai sambil menggendong kancil diatas tempurungnya.  Mereka berdua bersama-sama sampai di garis finish jauh lebih cepat daripada cara sebelumnya.  Tidak ada yang kalah dan dapat selesai lebih cepat.  Keduanya tersenyum bahagia.

Pelajaran keempat.  Kerjasama (teamwork) yang baik akan jauh lebih efektif ketika masing-masing anggota tim fokus pada kemampuan terbaiknya dan saling membantu anggota lain yang kesulitan. Saling menolong dan saling membantu juga akan menambah erat persahabatan.

Dan.... sepertinya kantuk sudah semakin hebat menghampiri.  Sebentar lagi mereka terlelap....jangan lupa baca doa sebelum tidur nak.

Thursday, 7 January 2016

Kancil VS Kura-kura

Mana yang lebih cepat, kancil atau kura-kura? Pertanyaan itu saya ajukan ke anak-anak saya sebelum bercerita sebagai pengantar tidur.  Kata mereka, udah gak usah tanya-tanya, langsung aja cerita hehehe.  Cerita ini saya dapatkan dari buku Jamil Azzaini yang saya baca saat pulang kampung.  Begini ceritanya, yang ditulis kembali dengan versi saya....

Untuk membuktikan kecepatannya, kancil menantang kura-kura berlari dengan jarak yang ditentukan oleh kancil.  Kura-kura yang tidak punya perasaan apa-apa terhadap tantangan si kancil mengiyakan saja.  Lalu dimulailah perlombaan aneh yang tidak seimbang ini.  Kancil langsung melesat berlari jauh meninggalkan kura-kura yang berlari sangat lambat dengan beban tempurungnya.  Mengetahui kura-kura jauh tertinggal, sebelum garis finish kancil duduk santai, tentu saja tujuannya untuk meremehkan kura-kura.  Setelah sekian lama santai, kura-kura belum juga mampu mendekatinya.  Mulailah kancil tertawa senang, semakin santai, hingga tanpa sadar ia tertidur.

Kura-kura yang terus mempertahankan konsistensinya berlari semakin mendekati kancil yang tertidur, sampai akhirnya ia berhasil melewati kancil dan mencapai garis finish terlebih dahulu.  Kancil yang terbangun kaget bukan kepalang...."kamu curang kura-kura, berlari ketika aku tertidur". "Lho, kan tidak ada yang memaksa kamu tertidur. Itu kan salahmu sendiri" bela kura-kura.  "Makanya kancil, jangan suka meremehkan yang lain, meskipun ia terlihat lebih lemah dari kamu.  Sifat sombong itu akan mencelakakan dirimu sendiri".

Pelajaran pertama, jauhi sifat sombong dan meremehkan orang lain meskipun orang itu terlihat lemah dari kita.

Kancil yang penasaran kembali menantang kura-kura mengulang perlombaan.  Dia berjanji tidak akan meremehkan kura-kura dan tidak akan menyombongkan diri.  "Baiklah, kita ulangi lagi perlombaannya, tetapi kali ini aku yang menentukan jarak tempuhnya" pinta kura-kura.  "Jaraknya adalah dari sini sampai melewati bukit kecil di depan sana, kemudian finish di pinggir hutan".  Oke, tidak masalah, ayo kita mulai" kata kancil tidak sabar ingin membuktikan kemampuannya.

Kembali dimulai perlombaan yang tidak seimbang dan aneh ini.  Kancil melesat jauh meninggalkan kura-kura yang berlari pelan seseuai kemampuannya.  Melaju kencang menuju bukit kecil yang ditentukan kura-kura.  Ketika sampai dibalik bukit, kancil terperanjat, ada sungai lebar terbentang di hadapannya sebelum finish di pinggir hutan!!!!

"Bagaimana cara ku melewati sungai ini?" pikirnya cemas.
Kancil berjalan mondar-mandir sambil terus berpikir. Ia terus berjalan mondar-mandir di pinggir sungai, namun seberapa kerasnya ia berpikir tidak menemukan jawaban yang memuaskan.  Untuk menyeberang sungai, ia taku sekali tenggelam karena tidak punya kemampuan berenang. Bila harus mengitari sungai ini, ia tidak tahu seberapa jauh sungai ini ke kiri dan ke kanan.  Saat pikirannya masih bergejolak, kura-kura sampai di sebelah kancil, sambil berjalan dengan langkah yang pasti kura-kura masuk ke sungai, berenang menyeberangi sungai hingga tiba di pinggir hutan sebagai garis finish yang telah disepakati.

"Kamu curang lagi kura-kura, kamu menentukan lintasan lomba yang ada sungainya. Kamu kan tahu aku tidak bisa berenang melewati sungai itu" kancil protes keras kepada kura-kura.

"Bukan curang kancil. Di lomba yang pertama, kamu juga yang menentukan lintasan lombanya dan aku tidak protes.  Saat gantian aku yang menentukan lintasannya, kamu juga kan sudah setuju. Jadi tidak pada tempatnya kalau baru sekarang kamu protes" sergah kura-kura.  "Makanya kancil, sebelum memulai, pelajari dahulu lintasan lombanya."

Pelajaran kedua, kenali medan atau kenali sifat pekerjaan sebelum memulai suatu pekerjaan.  Bila pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan kemampuan (kompetensi) yang kita miliki, pikirkanlah apa yang harus dilakukan sebelum memulai.  Pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan kemampuan (kompetensi) yang kita miliki, tidak hanya akan dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat tetapi juga membuat kita yang mengerjakan selalu happy.

Kancil berkata lagi kepada kura-kura, "Bagaimana dong saranmu.  Aku kan juga mau menang lomba, aku juga mau bisa sampai garis finish". Kura-kura tersenyum, "Ada caranya kancil, sini aku kasih tahu". Kura-kura mendekat ke kancil hendak mengucapkan sesuatu....

Tetapi....saat saya tengok kanan dan kiri anak-anak saya baru saja hendak terlelap.....Hmmmm....ceritanya dilanjut besok saja.