Ini merupakan istilah dalam sistem pendidikan di Jepang yang kira-kira berarti kunjungan orang tua ke sekolah untuk melihat langsung proses belajar mengajar di kelas. Berbeda dengan katei houmon (seperti yang sudah saya ceritakan disini) yang dilakukan sekali di awal tahun ajaran, jugyou sankan dilakukan beberapa kali dalam satu tahun.
Saya pernah dua kali mengikuti jugyou sankan untuk anak kelas 1 SD. Materi pelajaran yang diberikan saat saya hadir pertama kali adalah tentang pengenalan 'chanpon' yaitu mi kuah yang merupakan makanan tradisional khas Nagasaki. Saya akan ceritakan bagaimana cara si Ibu guru mengajar di kelas, yang lebih banyak berinteraksi ke murid sehingga seisi kelas menjadi ramai.
Bahan-bahan penyusun chanpon diuraikan di papan tulis. Untuk menjelaskan tentang mi, si Ibu guru menerangkan mulai dari tanaman gandum, diolah di pabrik menjadi tepung sampai dibuat mi. Untuk menerangkan kamaboko (produk olahan ikan khas Jepang), Ibu guru ini menjelaskan dari ikan kemudian diolah di pabrik menjadi kamaboko. Begitu pun cara menerangkan sayuran atau daging, selalu dimulai dari awal bahan mentahnya.
Hal yang membuat seisi kelas menjadi heboh adalah, si Ibu guru selalu mengawali dengan bertanya kepada murid. misalnya, "Siapa yang tahu, apa saja isi chanpon?" lalu banyak murid yang mengangkat tangannya. Ketika Ibu guru mempersilahkan salah satu murid menjawab, yang lain mendengarkan. Bila ada yang merasa jawaban itu tidak tepat, murid-murid akan langsung berteriak, "saya punya jawaban lain"...
Setiap jawaban yang benar dari murid, akan digambar oleh Ibu guru!!!! ini salah satu sisi lain yang menurut saya menarik. Hebat sekali si ibu guru ini bisa dengan cepat menggambar tanaman, beralih ke gambar ikan, pabrik, kamaboko, dengan kapur berwarna-warni. Kelas benar-benar heboh....
Adakah murid yang tidak aktif? Ada. Disinilah saya melihat peran seorang ibu yang dijalankan dengan baik oleh ibu guru. Saat memberikan pertanyaan terkadang ia berkeliling untuk menghampiri anak yang belum pernah menjawab dan ditanya secara langsung. Misalnya, saat anak saya belum juga menjawab karena tidak tahu apa itu chanpon, si Ibu guru langsung bertanya "kalau Hafshah sayuran apa saja yang biasa dimakan di rumah?" lalu anak saya menjawab dan terjadi dialog singkat dengan guru. Dengan begitu, si anak tidak merasa minder karena merasa tidak pernah bisa menjawab padahal di lihat oleh orang tuanya dan orang tua teman-temannya.
Jugyou sankan kedua yang saya ikuti adalah jugyou sankan terakhir sebelum liburan sekolah, yang dilaksanan akhir Februari. Isinya sangat menarik karena berisi penampilan/performance yang menunjukkan kemampuan setiap anak. Ada yang menyanyi, memainkan alat musik, lompat tali, menghitung penambahan dan pengurangan dan memainkan kata. Anak saya mendapat tugas mengambil kertas yang dipegang oleh temannya yang berisi satu kata dalam bahasa Jepang, kemudian dia diharuskan menulis huruf kanjinya.
Apa yang dilakukan si Ibu guru? dia mengawasi penampilan setiap anak sambil memberikan semangat bila ada yang tidak bisa. Satu lagi, pada saat ada yang menyanyi, dia mengiringi dengan piano!!! Saya jadi berpikir, berat sekali jadi guru SD kelas 1 disini, karena selain harus bisa menerangkan dengan pendekatan yang sangat baik ke anak-anak, juga harus bisa menggambar dan memainkan piano dengan baik. Entah kemampuan apa lagi yang harus dimiliki. Pantas saja waktu teman saya curhat susahnya mendaftar jadi guru SMA, kemudian saya jawab sambil guyon, "jadi guru SD aja", dia dengan serius langsung menjawab "saya tidak sanggup, itu jauh lebih sulit lagi..."
No comments:
Post a Comment