Pages

Friday, 20 December 2013

Aisyah Hannani Harjanto

Cerita tentang kemuliaan dan kehebatan seorang wanita
yang menjadi perantara pencegah kepunahan manusia

Kurang lebih sembilan bulan lamanya
Awalnya disambut dengan suka cita
Tak peduli apapun yang akan terjadi setelahnya
Rasa mual, muntah dan lainnya bukanlah derita

Semakin berat janin dibawa, semakin sering lisannya berdoa
Pun hingga masanya telah tiba
Rasa sakit yang tiada tara, bercampur dengan keringat, darah dan airmata
mengiringi kelahiran belahan jiwa

Tak ada keluh kesah, justru yang ada rasa bahagia
Sulit melukiskan beban dan pengorbanannya
Bila meresapi apa yang telah dijalaninya
Masihkah ada seorang anak yang berani durhaka?
Masihkah ada seorang suami yang tega menyakiti istrinya?

Bukankah seharusnya hanya doa yang pantas terkata
Semoga setiap rasa sakit yang dirasa
Setiap tetes keringat, darah dan airmata
Menjadi sebab berguguran seluruh dosa
dan dicatat sebagai amal ibadah kepada-Nya.


Nagasaki, 20 Des 2013. 
Selamat datang Aisyah Hannani Harjanto

Friday, 6 December 2013

Selayaknya anggota tubuh

Sesuai fitrahnya sebagai makhluk sosial dan juga makhluk yang lemah, telah menjadi keniscayaan bahwa manusia perlu bersosialiasi karena saling membutuhkan.  Sangat rugi bila selama hidupnya manusia hanya menebar kebencian dan permusuhan yang dapat menjauhkan dirinya dari lingkungan sekitar.

Kata-kata bijak bahwa 1000 orang teman terasa kurang namun 1 orang musuh terlalu banyak mengajarkan kita untuk memperbanyak sahabat dan jangan sampai mempunyai musuh.  Bersahabat bukan bertujuan untuk menghitung untung rugi apalagi dimanfaatkan sebagai sarana menonjolkan diri sendiri.   

Selayaknya sepasang mata yang selalu menangis dan berkedip bersamaan meski keduanya tak pernah sekalipun saling menatap.  Demikianlah ketika sahabat tertimpa musibah, diperlukan empati meskipun kita tidak sedang mendapatkan musibah yang sama.

Seperti  sepasang kaki yang melangkah bergantian tanpa pernah berebut untuk saling melangkah lebih dulu antara kanan dan kiri.  Bersahabat tidak perlu saling iri ketika salah satu sedang berada di depan kesuksesan sedang yang lain tertinggal di belakang.  Sahabat bukalah pesaing.  Bisa membantunya meraih sukses sesungguhnya akan menambah kemuliaan hidup kita.

Bagaikan sepasang tangan yang saling membutuhkan ketika bertepuk.  Tepukan yang keras hanya dapat terjadi ketika kedua tangan bergerak bersamaan.  Tepukan akan lebih lemah bila hanya salah satu tangan yang bergerak, dan tidak akan terjadi bila keduanya tidak bergerak. Bersahabat haruslah didasari rasa saling membutuhkan dengan menjauhi anggapan merasa lebih superior dibanding yang lain karena tidak ada manusia yang sempurna. 

Akhirnya, puncak persahabatan terjadi ketika satu sama lain bisa saling merasakan kesusahan. Sebagaimana digambarkan oleh Rasulullah.  “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit maka seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam.” (HR. Muslim)


Monday, 18 November 2013

Extensive vs intensive variable

Berapa 1+1? Kalau jawaban anda =2, memang begitulah hitungan matematikanya.  Tetapi tahukah anda bahwa ‘penjumlahan’ tidak selalu berarti ‘bertambah’ dan ‘pengurangan’ tidak selalu berarti ‘berkurang’?

Hasil dari 50 ml air + 50 ml air memang menjadi 100 ml air, tetapi kalau diubah satuannya menjadi 50 °C air + 50 °C air apakah akan menghasilkan  100 °C air? Jelas tidak. Mana mungkin air hangat ditambah air hangat menghasilkan air mendidih.  Dalam kondisi tidak terpengaruh suhu lingkungannya, jumlahnya tetap 50 °C air. Demikian pula pengurangan tidak selalu berarti berkurang.  Bila kita mengambil 50 gram dari 100 gram berlian utuh, tingkat kekerasan berlian tersebut tidak akan berkurang. 

Bertambah atau berkurang sangat bergantung dari mana kita menilainya.  Dalam pelajaran kimia, volume air dan massa berlian seperti contoh di atas merupakan extensive variable yang keberadaannya tergantung jumlahnya dalam satu sistem, sedangkan suhu air dan tingkat kekerasan berlian disebut intensive variable yang keberadaannya tidak tergantung jumlah. 

Dalam kehidupan, seringkali kita hanya menilai sesuatu dari sisi extensive variable, dalam arti menilai bertambah atau berkurangnya sesuatu berdasarkan yang kasat mata. Kita baru merasa rejeki (baca uang) bertambah karena peningkatan gaji bulanan, peningkatan penjualan, dapat proyek baru dsb.  Sebaliknya, kita merasa rejeki berkurang bila pendapatan yang kita terima bulan ini kurang dari bulan lalu sehingga yang terjadi adalah mengeluh, iri dengan penghasilan orang lain atau yang lebih parah berprasangka negatif kepada Sang Pemberi Rejeki.

Seringkali kita melupakan intensive variable, sesuatu yang tidak dapat diukur dengan hanya melihat jumlah. Kesehatan diri dan keluarga, keselamatan harta, bertambahnya saudara dan berbagai kenikmatan selain materi, bukankah juga merupakan pertambahan rejeki.  Meningkatnya pendapatan pada hakekatnya tidak ada artinya bila tiba-tiba ada anggota keluarga kita yang sakit yang memerlukan biaya besar atau kita kehilangan sesuatu yang berharga.  

Begitu pula, konsep sedekah mengajarkan  kepada kita bahwa mengeluarkan sebagian harta tidak berarti mengurangi jumlahnya karena semua yang dikeluarkan dengan benar dan ikhlas di jalan-Nya sesungguhnya akan terus bersama kita hingga hari perhitungan. Apalagi kita dijanjikan akan mendapat ganti yang berlipat atas harta yang telah disedekahkan.

Bila ungkapan rasa syukur yang dilakukan saat ini hanya berdasarkan jumlah materi yang diterima, atau masih saja ada keraguan untuk bersedekah di jalan-Nya karena kuatir mengurangi harta, mari segera berbenah.  Ingat bahwa bertambah atau berkurangnya materi juga tergantung dari mana kita menilai. Variabel yang tidak kasat mata dan tidak terhitung jumlahnya telah begitu banyak diberikan oleh Yang Maha Kuasa.

*Tulisan ini juga dimuat di website favorit saya milik Jamil Azzaini, Inspirator Sukses Mulia, di sini

Tuesday, 15 October 2013

Eid Mubarak

Orang tua yang normal pasti cinta kepada anaknya.  Cinta kepada anak bahkan dapat memotivasi seorang ayah untuk melakukan apapun, hal-hal yang baik bahkan yang buruk sekalipun.  Tetapi Ibrahim telah membuktikan bahwa cintanya yang demikian dalam kepada Ismail, anak yang telah dinantikannya selama bertahun-tahun, sama sekali tidak mengalahkan cintanya kepada Sang Pencipta.

Kitapun punya ‘Ismail-ismail’ yang dapat menghalangi cinta kepada-Nya, apakah itu anak, istri/suami, orang tua, lawan jenis, harta, jabatan, dsb.  Momen Idul Adha merupakan saat yang tepat untuk kembali mengingat bahwa cinta yang tertinggi haruslah dipersembahkan kepada Yang Maha Suci.

Katakanlah, ’Jika bapak-bapak kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian, kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kailan kuatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya’. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik” (QS. At Taubah: 9).


Eid Mubarak

Saturday, 5 October 2013

Mengeluarkan kemampuan terbaik

Manusia mempunyai kecenderungan/naluri untuk mempertahankan dirinya, apalagi ketika terdesak. Bahkan kemampuan terbaik justru seringkali baru keluar saat sepertinya sudah tidak ada harapan lagi.  Misalnya, orang yang larinya pelan bisa berubah menjadi cepat bila ada anjing yang mengejarnya. Atau seperti yang baru saya alami, karena sudah terdesak tidak juga mendapatkan beasiswa, saat ada peluang mengajukan aplikasi tapi harus berbicara di depan orang banyak dalam bahasa Jepang, ya tetap saja dilakukan meskipun saya gak bisa berbahasa Jepang.  Mau contoh lain? dari buku The Power of Kepepet karangan pengusaha sukses Jaya Setiabudi saya menuliskan kembali cerita berikut ini.

Alkisah seorang Raja yang mempunyai putri yang sangat cantik jelita mengadakan sayembara untuk memilih seorang ksatria yang pantas mempersunting putrinya. Pada hari yang telah ditentukan berkumpulah ratusan pemuda, bahkan duda, yang tidak ingin melewatkan kesempatan langka ini. Syarat dari Raja cuma satu: berenang menyebrang kolam. Semua teriak, Haaaa CUMA itu? Kata Raja, iya cuma berenang tapi di dalam kolam ini ada buaya kelaparan yang sudah 1 tahun belum makan.

Sunyi...hening...semua termenung dipinggir kolam.  Bagaimanapun, nyawa yang hanya satu ini jauh lebih berharga dibandingkan mendapat putri cantik. Ketika semua orang sedang mengembara dalam alam pikiran masing-masing, tiba-tiba terdengar bunyi yang cukup keras….Jebuurrrrrrr!!!! Semua mata menoleh ke bagian kolam yang menjadi sumber suara tadi.  Lalu terlihat jelas pergerakan dua makhluk yang sama-sama cepat di dalam kolam. Mulai dari pinggir, bergerak sangat cepat ke tengah kolam, sampai ke sisi kolam di sebarangnya….

Sampai munculah kepala seorang pemuda sambil meloncat keluar kolam dengan sangat cepat. Berjarak sepersekian detik dari terkaman buaya yang terlihat frustasi karena kecewa tidak dapat menangkap mangsanya. Sekujur tubuh pemuda tersebut basah kuyup dengan napas tersengal-sengal. Raja lalu berjalan menghampirinya sambil menebar senyum yang lebar.  Sampai di dekatnya, sambil menepuk bahu si pemuda, Raja berkata, “Hebat kau anak muda, luar biasa...sungguh luar biasa.  Engkau memang ksatria, pemberani, tidak terkalahkan,…. Si pemuda, bukannya membalas kata-kata sang Raja yang masih terus mengeluarkan pujian untuknya, malah berbalik memandang orang-orang. Dengan muka merah padam, mata mendelik dan tampang galak dia bersuara keras, "Wooi, siapa tadi yang dorong gue sampe kecebur?!? AYO NGAKU, SIAPA!!!"(@_@;)

Friday, 20 September 2013

Inspirasi Muda Mulia

Salah satu resolusi yang saya tuliskan diakhir tahun 2012 adalah mengadakan kegiatan yang melibatkan orang-orang Indonesia yang ada di Nagasaki.  Ini tidak terlepas dari amanah yang telah diberikan teman-teman kepada saya sebagai ketua PPI Nagasaki periode 2012-2013.  Ketika menuliskan resolusi ini, belum terlintas bagaimana cara mewujudkanya, bentuk acaranya, siapa yang akan diundang sebagai pembicara, darimana asal dananya, dsb.  Apalagi belum pernah ada acara besar sebelumnya yang diselenggarakan PPI Nagasaki.

Bermimpilah menggapai bintang di langit, kalaupun gagal kita akan jatuh diantara awan.  Jangan bermimpi setinggi genteng rumah, karena kalau gagal jatuhnya ke comberan he he he.  Begitulah, sampai bulan Juni tidak ada aktifitas berarti yang saya lakukan untuk mewujudkan resolusi tersebut.  Barulah setelah mendapat kepastian menerima beasiswa Hashiya, seluruh resolusi kembali saya review untuk direalisasikan sebagai wujud rasa syukur kepada-Nya.

Jalan itu perlahan terbuka ketika Allah menuntun saya berkenalan hanya melalui email dengan orang yang sangat bersahaja, Nur Ahmadi, penanggung jawab Dompet Dhuafa (DD) di Jepang.  Setelah beberapa kali berkomunikasi, dan dengan proposal yang dibuat secara kilat (maklum sebelumnya bingung mau desain kegiatan apa), DD menyatakan siap mendukung kegiatan di Nagasaki.  Dari beliaulah saya disarankan untuk meminta dukungan Atase Pendidikan dan Kebudayaan, KBRI Tokyo, yang kemudian tidak hanya bersedia memberikan dukungan finansial, tetapi Bapak Atase, Dr. Iqbal Djawad, juga bersedia hadir sebagai pembicara.

Ketika kesulitan mencari pembicara berkelas dari Indonesia karena waktu yang mepet, dari Nur Ahmadi juga saya dikenalkan dengan seorang trainer muda, Rendy Saputra, yang bersedia memberikan seminar bertema Inspirasi Muda Mulia.  Tidak hanya itu, Kang Rendy, sapaan akrabnya, juga bersedia tidak mendapatkan fasilitas apa-apa dari panitia.

Jadilah acara tersebut terealisasi dengan nama Inspirasi Muda Mulia: Berkarya dan Sukses Mulia sejak Muda.  Sekitar 60 orang hadir pada acara tersebut, dapat dikatakan telah melibatkan seluruh pelajar, orang Indonesia yang berdomisili di Nagasaki maupun kenshusei (peserta magang di perusahaan Jepang).  Meskipun tentu saja selalu ada banyak kekurangan yang terjadi karena kurangnya koordinasi, komunikasi, dsb, tetapi ucapan rasa syukur tak henti terucap.  Satu lagi, Allah memberikan jalan untuk merealisasikan resolusi 2013.

(Berita tentang pelaksanaan kegiatan ini juga dimuat di website DD Jepang disini dan live kultwit yang saya tulis untuk acara tersebut disini.  Kang Rendy juga menuliskan pengalamannya di website pribadinya disini)

Wednesday, 4 September 2013

Belajar dari mata air

Ada hadist Nabi yang kira-kira isinya menyebutkan bahwa kaum muslimin berseri kat dalam tiga hal, padang rumput, air dan api.  Sepemahaman saya, maksud hadist tersebut adalah ketiganya merupakan kepemilikan umum yang tidak tidak bisa dimiliki oleh golongan, apalagi dikuasai pribadi.

Nah, tidak jauh dari apartemen yang saya tempati, tepatnya di Nishimachi, Nagasaki City, ada sebuah sumber mata air yang berada di tengah-tengah pemukiman penduduk yang padat.  Mata air ini bebas dinikmati oleh siapapun.  Hal yang menarik berdasarkan informasi yang saya terima dari penduduk sekitar, secara berkala Pemerintah Kota Nagasaki melakukan pemeriksaan terhadap aspek keamanan dan kesehatan untuk memastikan air tersebut memang masih layak dikonsumsi secara langsung (tidak perlu di rebus lagi).

Ketika musim panas tiba, seperti saat ini, air tersebut begitu menyegarkan bagi siapapun yang meminumnya.   Tidak hanya untuk konsumsi rumah tangga, pernah saya melihat ada yang mengisi hingga berjerigen-jerigen dan diangkut dengan mobil untuk keperluan rumah makannya.

Saya mencoba merenungi kembali hadist di atas. Sulitkah menerapkannya? Padang rumput (hutan-hutan), air (sumber air), api (sumber-sumber energi, barang tambang, dll) bisakah tidak dimiliki oleh golongan, apalagi pribadi? Bisakah dikuasai Negara dan pemanfaatannya diperuntukkan bagi kemaslahatan seluruh rakyatnya? Subhanallah, di sini, di negeri yang agama saja orang-orangnya tidak peduli, ucapan mulia Baginda Nabi terimplementasi.  Bukti sederhana mudahnya penerapan aturan yang datang dari Sang Pencipta.

Dan dari mata air ini juga saya belajar, kalau tidak bisa menjadi air hujan yang membasahi dan meyejukkan hati seisi bumi, jadilah mata air yang keberadaannya dirindukan, sehingga banyak di datangi orang.  Hindari menjadi air PAM yang baru datang ketika diundang dan tidak mau keluar sebelum dibayar.  Dan jangan sekali-kali menjadi air comberan yang  isinya segala jenis penyakit dan kotoran,  Jangankan ditelan, baunya saja tidak enak *dirasakan.

*Keterangan foto. Atas: sumber mata air yang terletak di pemukiman penduduk. Bawah: anak saya sedang memperhatikan orang yang sedang mengambil air

Thursday, 15 August 2013

Festival Obon

Hari ini menyempatkan jalan-jalan keluar rumah bersama keluarga.  Agak terkejut, karena jalanan sangat ramai.  Ternyata hari ini ada festival obon (bacanya obong).  Kira-kira festival itu merupakan tradisi orang Jepang untuk ‘mengenang’ arwah keluarga mereka yang telah meninggal.  Saat hari obon ini ada tradisi mudik/pulang kampung ke rumah orang tua.  Mirip tradisi mudik lebaran kita kali ya..

Bedanya mudik kita untuk bermaaf-maafan dan bersilarurahmi dengan orang tua dan kerabat, mudik saat obon selain menjadi sarana berkumpul dengan seluruh anggota keluarga, juga untuk berdoa bersama untuk arwah.  Mereka percaya arwah akan berkunjung ke atau masih ada di rumah sehingga harus diantar ke alamnya.

Bagaimana cara mengantar arwah? Mereka membuat miniatur kapal yang dihias dengan sebaik mungkin, lalu dibawa menuju laut sambil diiringi suara bisingnya petasan.  Itulah mengapa di awal saya tulis jalanan ramai sekali.  Mengapa petasan? Karena petasan diyakini berguna untuk mengusir roh jahat yang mungkin mengganggu selama perjalanan.

Demikianlah, masyarakat yang sudah dikenal maju secara teknologi masih mempunyai tradisi seperti ini.  Padahal banyak orang yang ketika disinggung mengenai agama dan eksistensi Tuhan terkesan tidak peduli.  Bahkan keesaan Tuhan merupakan sesuatu yang sangat tidak logis.

Lalu, tradisi yang baru saya tonton ini jauh lebih tidak logis lagi? Hmmm, memang penilaian logis dan tidak logis tergantung standar pemikiran yang dipahami dan digunakan.  Tetapi terlepas dari itu, festival obon ini semakin menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah, yang mempunyai naluri dasar mensucikan sesuatu.  Ucapan syukur langsung terucap lantaran hingga saat ini masih, Insha Allah akan terus dan selalu mensucikan dan beriman kepada Allah Yang Maha Esa.

Iman kepada Allah mengharuskan kita untuk selalu mengikut perintah dan laranganan-Nya, serta menghamba kepada-Nya menggunakan standar/aturan/hokum yang hanya berasal dari-Nya.  Selain itu, sepertinya hanya menjadikan manusia kosong jiwanya tanpa visi akhirat dan hilang kemuliaan hidup di dunia.  Wallahualam.

*Keterangan foto: salah satu miniatur kapal saat festival obon

Wednesday, 31 July 2013

Teladan muslimah dalam berpuasa

Di antara teladan Muslimah dalam hal puasa dan shalat malam adalah Hafshah binti Umar bin Khattab. Karena sikap yang sangat zuhud, wara' dan selalu berpuasa, ia mendapatkan julukan 'sawwamah' (orang yang selalu berpuasa) dan qowwomah (orang yang selalu bangun malam). Hafshah tidak pernah henti berpuasa dan bangun malam untuk bertemu dengan Rabbnya. Maka, ia selalu berpuasa, menahan lapar dan dahaga, dan terus bangun malam, meskipun di siang hari tetap bekerja.

Akhirnya, Rasulullah SAW berkenan menikahinya dan menjadikan dia sebagai 'Ummul Mukminun'. Sebuah gelar kemuliaan yang disandangnya, dan kelak akan mendapatkan kemuliaan di sisi-Nya. Dari Anas ra berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Jibril berkata, wahai Muhammad, rujuklah kepada Hafshah, karena sesungguhnya dia perempuan yang ahli puasa dan ahli ibadah"
Kegigihannya berpuasa tentu tak hanya Ramadhan, tapi puasa sunah. Sampai-sampai diriwayatkan, ia meninggal pun dalam keadaan berpuasa. Nafi Ibnu Umar berkata: Hafshah meninggal sebelum sempat berbuka puasa. Demikian pula tahajud Hafshah, menjadi sebab langgengnya sebagai istri Rasulullah SAW, di dunia dan di akhirat.

(dikutip dari Keutamaan puasa muslimah Komunitas Rindu Syariah & Khilafah)

Monday, 3 June 2013

Tidak perlu takutkan larutnya malam

Bulan Mei dan Juni ini merupakan masa-masa puncak ketegangan dan sangat menentukan dalam perjalanan hidup saya di Jepang.  Untuk orang nekat seperti saya yang prestasi akademiknya biasa saja serta minim kemampuan bahasa Inggris, apalagi bahasa Jepang, memutuskan untuk melanjutkan S2 di jepang benar-benar butuh keberanian ekstra.  Sejak datang ke sini, saya sama sekali tidak punya beasiswa.  Tujuan awal saya adalah menjadi research student, itupun alasan terbesarnya adalah untuk membawa anak-anak lebih dekat dengan ibunya istri yang sedang S2.

Ketika mendaftar S2, sama sekali tidak ada bekal beasiswa.  Dukungan atasan, dosen pembimbing, dan tentu saja keluarga lah yang membuat saya memberanikan diri mencebur ke dunia yang terasa asing ini.  Semester pertama dilalui hanya dengan beasiswa SPP.  Tapi itu menyelematkan saya, karena untuk mendapatkan ijin sekolah harus mempunyai beasiswa apapun.  Tapi, tentu saja itu tidak cukup, karena beredar informasi bahwa potongan SPP untuk mahasiswa asing akan semakin dibatasi.  Dan benar saja, hanya 50% potongan SPP yang saya terima.

Bagaimana dengan pengajuan beasiswa? Inilah masalahnya.  Ternyata sangat sulit untuk orang yang pasangannya sudah menerima beasiswa dari pemerintah Jepang (monbukagakusho) untuk mengajukan beasiswa lainnya.  Informasi ini tidak saya terima dengan akurat sebelumnya.  Jadilah saya diminta menunggu hingga istri saya selesai.  Lha, selama menunggu ini, bagaimana caranya saya hidup disini yang biayanya amat sangat tinggi sekali?  Setelah itu pun, berbagai macam beasiswa yang saya ajukan tidak pernah diterima.  Ada saja alasannya, ketidakmampuan bahasa Jepang, kurangnya prestasi akademik selama S1, tidak ada kerjasama dengan instansi asal, dll.

Tidak mudah melukiskan kembali apa yang saya alami saat itu.  Berbagai pengalaman hidup dan kejadian-kejadian tidak terduga datang silih berganti.  Hingga bulan April lalu ada satu beasiswa lagi yang coba diajukan.  Ini adalah kesempatan terkahir, pengalaman tahun lalu informasi beasiswa baru ada lagi di bulan November, itupun untuk penerimaan April 2014. Padahal program S2 saya selesai Maret.  Pengumunan beasiswa disebutkan sekitar Juni.  Itulah mengapa saya sebutkan bulan ini merupakan saat-saat yang sangat menegangkan.

Istri saya selalu menghibur, Allah tidak akan memberikan cobaan lebih dari kemampuan hamba-Nya. Kalau pun beasiswa ini tidak diterima, akan ada rejeki lainnya.  Boleh saja saya terlihat tegar didepan istri dan anak-anak, tetapi tidak di hadapan-Nya.  Sampai akhirnya saya mendapat telp dari International Student Center, yang mengabarkan saya mendapat beasiswa Hashiya, peluang terakhir beasiswa saya.  Beasiswa yang hanya ditujukan untuk mahasiswa Indonesia yang kuliah di Jepang. Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar.

Tidak perlu takut dengan malam yang semakin larut, karena itulah tanda alami akan tibanya sinar mentari.  Pun hilangkan resah dan gelisah, karena itulah saat terbaik doa diijabah.  Bersama kesulitan akan dijelang kemudahan. Dan sungguh bersama kesulitan akan dijelang kemudahan.  Karena itulah janji Sang Maha, dalam kitab suci-Nya.

Wednesday, 24 April 2013

Intropeksi diri

Bila untaian doa sudah tidak lagi disertai dengan harap dan cemas akan diterima

saat waktu dhuha sudah tidak lagi istimewa

ketika keheningan sepertiga malam sudah tidak lagi mampu meneteskan air mata penyesalan atas dosa dosa yang telah dilakukan

cobalah berhenti sejenak

jangan-jangan benih kesombongan dan ketinggian hati mulai tumbuh dalam diri

jangan-jangan diri ini sudah mulai merasa hebat, sehingga ketergantungan kepada Allah berkurang cepat.

Saturday, 16 February 2013

Berkumpul lagi

Apa hal yang sangat dinantikan seorang ayah dan suami selain bertemu kembali dengan anak dan istrinya setelah 4 bulan berpisah? Hari ini terbalas seluruh kerinduan.  Meskipun pertama kali bertemu di bandara Chacha dan Fiya cuma menyambut dengan senyuman tipis, nyaris tanpa ekspresi.  Sulit menduga apa yang ada dalam hati mereka tapi yang jelas, kangen banget sama kamu nak…

Setelah melalui proses yang panjang dan rumit, akhirnya keluarlah ijin belajar untuk ibunya anak-anak.  Kalau dua tahun lalu saya datang ke Nagasaki untuk mengantar anak-anak, sekarang gantian istri saya melakukan itu untuk saya.  Bedanya, saya dulu datang dengan perasaan senang dan bahagia, saat ini keadaannya lain.  Roda sedang dan selalu berputar.

Dulu saya berani datang ke Nagasaki karena istri saya mendapat besiswa monbukagakusho.  Dengan hidup hemat, satu beasiswa itu bisa cukup dijalani untuk sekeluarga.  Tapi sekarang? Istri saya datang hanya berbekal keyakinan bahwa apapun yang akan terjadi kemudian, hidup bersama jauh lebih baik daripada terpisah.   Keyakinan bahwa rejeki anak dan istri tidaklah semata ditentukan oleh penghasilan ayah dan suami, karena Allah-lah Sang Pemberi Rejeki.


Hmmm… malu hati dibuatnya.  Sambil mengamati mereka yang tertidur kelelahan, teringat pernah membaca bahwa salah satu ciri pasangan yang bahagia adalah ketika suami selalu merasa bersyukur mempunyai istri yang cantik, pintar dan shalehah, sementara sang istri selalu bersabar dengan keadaan suami.  

*keterangan foto: Chacha dan Fiya datang lagi ke Nagasaki, kali ini lewat bandara Osaka.  Biar sekalian bisa main ke Universal Studio

Thursday, 24 January 2013

Ijinkan aku memelukmu

Masjid itu terisi penuh oleh generasi terbaik yang pernah dilahirkan ke tengah-tengah manusia.  Sang suri tauladan, Rasulullah SAW, dihari-hari terakhir menjelang akhir hayatnya, sedang menyampaikan khutbahnya. Hingga keluarlah dari lisannya yang mulia perkataan, bahwa siapa saja yang merasa pernah tersakiti, balaslah saat ini sebelum kelak menuntut di hari kiamat. 

Seisi masjid terdiam dan tertunduk. Duhai Nabi, siapakah gerangan orang yang merasa pernah tersakiti. Semua kenangan bersamamu adalah kenangan indah. Tidak ada yang keluar dari lisanmu kecuali perkaataan yang penuh hikmah. Semua tindakan, perkataan bahkan diammu menjadi hukum syara. Akhlakmu adalah Al Quran dari Sang Pencipta

Karena tidak ada yang menjawab, Rasullullah mengulangi permintaannya. Semua masih terdiam.  Beliau mengualangi kembali, dan tiba-tiba berdirilah seorang bernama Ukasyah bin Mihshan. Dengan lantang dia berkata bahwa ketika perang badar, saat Nabi hendak memukulkan cambuk/tongkatnya ke unta tunggangan beliau, tongkat tersebut mengenai badannya. Sakit sekali ya Rasulullah, lanjut Ukasyah.

Hari ini Ukasyah ingin menuntut balas. meng-qishas tindakan Rasulullah!!!! 

Seluruh sahabat terperanjat.... tidak menyangka akan menyaksikan pemandangan ini.

Rasulullah meminta Bilal mengambilkan tongkat yang penah dipakai tersebut dan diberikan kepada Ukasyah.  Ketika tongkat sudah berada ditangannya, semua mata tertuju kepada Ukasyah. Seisi masjid tegang…apa gerangan yang diinginkan Ukasyah.

Dua sahabat terbaik, Abu Bakar dan Umar bergantian berdiri sambil berkata, jangan engkau sakiti Rasulullah.  Sebagai ganti pukulah aku Ukasyah, aku siap menggantikan beliau, begitu permintaan Abu Bakar dan Umar bergantian.

Dengan penuh kelembutan Rasul meminta mereka untuk kembali duduk.  Sesungguhnya Allah mengetahui kedudukan mulia Abu Bakar dan Umar. Lalu berturut-turut, Usman dan Ali meminta untuk menggantikan beliau di qishas oleh Ukasyah.  Bahkan Hasan dan Husein, cucu beliau, tidak sampai hati ada yang memukul Rasul. Namun apa daya, semua keinginan ditolak oleh Rasulullah.  Ukasyah dipersilahkan memukul.

Ukasyah mendekat kehadapan Nabi sambil berkata, ketika terpukul dahulu aku tidak menggunakan pakaian. Saat ini pun aku ingin engkau membuka baju. Dengan segera Rasul memenuhi permintaannya dan menyingkapkan bajunya.

Seketika menangislah seisi masjid…Duhai Rasulullah, biarlah kami yang menggantikan.  Bagaimana mungkin kami bisa berdiam diri melihat engkau di pukul untuk kesalahan yang tidak pernah engkau perbuat. Di medan Uhud pun kami siap mengorbankan jiwa dan raga kami demi bisa menjadi tameng hidupmu terhadap serangan tentara kafir Qurais. Ada apa pula dengan Ukasyah hingga begitu tega ingin menyakiti Rasul. 

Seolah tidak peduli dengan perasaan yang berkecamuk di dada seluruh sahabat, sambil tetap menggenggam tongkat Ukasyah berjalan mendekat…semakin dekat…menuju Rasulullah...seolah siap melaksanakan niatnya untuk memukul.

Ketika semakin dekat ke Rasulullah, tiba-tiba terjatuhlah tongkat ditangannya dan seketika dipeluklah dengan penuh kasih sayang Rasulullah junjungannya.  Saya tebus anda dengan jiwa saya ya Rasulullah. Siapakah gerangan yang sanggup memukul engkau. Aku melakukan ini karena ingin menyentuh tubuhmu yang dimuliakan Allah, agar dengan kehormatanmu aku bisa terhindar dari api neraka…

Demikianlah perkataan Ukasyah yang penuh cinta kasih kepada Rasulullah. Bila Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Hasan, Husein, dan sahabat-sahabat lainnya senantiasa dekat dengan Rasulullah sehingga dapat bersentuhan secara langsung, tidak demikian halnya dengan Ukasyah yang merasa tidak sedekat seperti mereka.  Hingga ketika kabar sakitnya Rasulullah semakin jelas terdengar, perasaan takut kehilangan orang yang sangat dicintai berkecamuk dan menimbulkan kerinduan hebat yang merasuk ke dalam jiwanya. Saat di awal khutbahnya Rasulullah mengulang pernyataan untuk menuntut balas, dibuatlah skenario untuk meng-qishas beliau, hanya agar bisa mendekat dan menyentuh langsung Rasulullah.

Sampai kemudian Rasulullah berkata kepada seluruh orang yang hadir, sekiranya kalian ingin melihat ahli surga, lihatlah orang (Ukasyah) ini…

Duhai Ukasyah, betapa beruntungnya engkau…bagaimanakah rasanya memeluk sang Nabi…mungkinkah kami dapat mengikuti jejakmu? Hanya membaca dan menulis kembali kisah ini saja telah menimbulkan getaran dan genangan air mata akibat kerinduan yang berkecamuk hebat dalam dada.

Akankah Ramadhan ini menjadi bekal yang cukup untuk menuju Ar Rayyan, salah satu pintu surga yang hanya dapat dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa? Ingin sekali bisa mendekat ke pintu Ar Rayyan, lalu dipanggil dan dipersilahkan masuk ke dalam surga-Nya.

Disana, ingin sekali bisa menemuinya... memandang wajahnya... atau, mungkin dapat mendekatinya... atau, mungkin juga dapat menggenggam dan mencium tangannya... atau.... ah, aku pun sangat ingin seperti Ukasyah, bisa memeluk Rasulullah...
Ya Nabi salam alaika…Ijinkan aku Ya Allah...